Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu

Advertisement

Advertisement

Asia

Dari Everest hingga Antarktika, perempuan Indonesia penerjun payung tujuh benua ini tak kenal gentar

Dari Everest hingga Antarktika, perempuan Indonesia penerjun payung tujuh benua ini tak kenal gentar

Penerjun payung Naila Novaranti telah menaklukkan tujuh benua. (Foto: Paul - Henry De Baere)

JAKARTA: Naila Novaranti, perempuan Indonesia yang telah terjun payung di tujuh benua di dunia, tak kenal gentar.

Ketangguhannya telah membawanya keliling dunia dari Antarktika hingga Gunung Everest.

Naila, 39, adalah atlet yang terakreditasi oleh Asosiasi Parasut Amerika Serikat (USPA) dan juga seorang instruktur terjun payung.

Ia bahkan telah melatih warga sipil dan militer, baik lokal maupun asing.

“Saya cinta terjun bebas karena Anda benar-benar dapat melakukan gerakan apa pun tanpa khawatir Anda akan menabrak jendela, kaca, atau apa pun. Itulah yang sangat saya sukai. Dan saya suka langit, sangat keren," kata Naila kepada CNA.

Naila telah memenangkan banyak kompetisi dan sudah pernah terjun payung di tujuh benua - Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Eropa, Australia, Afrika, dan Antarktika. Oleh karena itu, dia pun mendapat penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia tahun lalu.

Naila menjelaskan bahwa terjun payung di berbagai belahan dunia bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan semua orang karena diperlukan rekomendasi dari penerjun yang lebih berpengalaman, terutama untuk tempat-tempat seperti Gunung Everest dan benua Antarktika.

“Antarktika dan Gunung Everest adalah yang paling menantang karena cuacanya. Jadi saya sangat beruntung bisa melakukannya dalam waktu singkat,” katanya. Dia terjun di Gunung Everest pada bulan November 2018 dan di Antarktika pada Desember 2019.

Naila Novaranti kerap mengibarkan bendera merah putih saat terjun payung. (Foto: Paul - Henry De Baere)

Gunung Everest, yang ia taklukkan pada hari ulang tahunnya, juga tidak mudah untuk dihadapi terutama karena Naila belum pernah mendaki gunung sebelumnya. Dia juga tidak tahan dengan cuaca dingin.

“Anda harus mendaki. Anda tidak mendarat begitu saja di atas sana. Kamu harus jalan ke atas.

“Mereka bilang kalau saya tidak kuat, saya selalu bisa balik. Tapi bagi saya? Berbalik bukan sebuah opsi,” kata Naila.

Naila Novaranti terjun payung di Antarktika pada Desember 2019. (Foto: Christopher David Ings)

Situasinya terutama sangat menantang karena dia mengalami masalah dengan parasutnya akibat angin kencang saat ia melompat.

Ia berdoa dengan sungguh-sungguh dan untungnya mampu mendarat dengan selamat.

“Duh, senang bisa pulang saat mendarat (di Indonesia)," kata Naila.

“Dokter (yang menunggunya di Gunung Everest) berkata: 'Kami pikir kami akan pulang dengan membawa kantong jenazah' karena angin dimana-mana."

BACA: Pesilat tertua Indonesia membuktikan bahwa usia hanyalah angka

BACA: Pria ini bisa membaca dan menulis 30 aksara Indonesia kuno, sebagian di antaranya berusia 500 tahun

Setelah menaklukkan Gunung Everest, Antarktika jadi terasa lebih mudah bagi Naila.

“Semuanya sangat mudah. Memang tidak semudah itu karena cuacanya ... Tapi Anda benar-benar dapat melihat semuanya dari atas dan (pandangan Anda) luas, tidak seperti bukit. Tidak seperti Anda akan jatuh dari tebing.

“Itu datar. Anda hanya harus percaya diri ... dan berusaha agar semuanya ekstra aman."

DARI SEKRETARIS MENJADI PENJUAL PARASUT

Naila menjadi penerjun payung secara tidak sengaja.

Ketika dia menyelesaikan sekolah menengah atas pada tahun 2000, dia belajar untuk menjadi seorang sekretaris dan kemudian bekerja di sebuah perusahaan minyak.

Pada tahun 2009, dia pindah ke perusahaan parasut dan harus menjual parasut kepada warga sipil dan militer.

“Saya bukan penerjun payung. Saya bahkan belum pernah terjun saat itu. Jadi mereka seperti: 'Wah, kamu punya nyali untuk menjual ini kepada kami karena jelas, kamu bukan penerjun payung. Apa yang Anda ketahui tentang parasut?’

"Saya tersadar bahwa itu sebenarnya merupakan penghinaan bagi seorang wanita. Ini seperti: 'Kamu seorang wanita, apa yang kamu tahu?’” katanya.

Sebelum menjadi penerjun payung dan instruktor, Naila Novaranti bekerja sebagai seorang sekretaris. (Foto: Bram Skydive)

Secara tak terduga, atasan Naila menawarkan agar ia belajar terjun payung.

Dia tertarik dan mencobanya ketika berada di Amerika Serikat pada kunjungan kerja bulanan ke kantor pusat perusahaan.

Naila menyukainya, meskipun awalnya dia takut.

“Semua orang awalnya takut, saya juga takut. Mereka harus mendorong saya keluar dari pesawat berkali-kali. Antara saya dan pintu.

“Tapi begitu saya berada di luar sana, saya sangat senang,” katanya.

“Saya merasa senang sekaligus takut, tapi saya benar-benar ingin melakukannya. Tapi yang menakutkan bagi saya adalah pendaratan karena terasa seperti tanah mendekati Anda sangat dekat.”

BACA: Bukan hanya makanan Jawa, Padang, dan Sunda: Koki muda mau orang Indonesia mengenal beragam masakan Nusantara

BACA: Dengan upah minimum, office boy bagi-bagi makanan gratis kepada tunawisma di Jakarta

Setelah lompatan yang ke-10 yang ia lakukan dalam empat hari, dia mulai terjun payung seorang diri dan mendapatkan kepercayaan diri.

"Saya menyukainya. Terjun solo lebih baik karena Anda jatuh lebih lambat dibandingkan jika Anda melompat berdua. Dan Anda memiliki kendali penuh atas diri Anda sendiri jika Anda mengikuti semua aturan."

Naila Novaranti telah mendapatkan rekor MURI atas pencapaiannya. (Foto: Chris Ings)

Hal tersebut menandai dimulainya misi terjun payung Naila di berbagai tempat di seluruh dunia.

IBU ATLETIS DENGAN TIGA ANAK

Selama 12 tahun terakhir, Naila telah terjun lebih dari 7.000 kali sembari bekerja di perusahaan parasut.

Sejak dulu, dia gemar berolahraga seperti main sepak bola, bola basket, dan bulu tangkis.

Oleh karena itu, dia memiliki fisik yang kuat.

Naila Novaranti telah terjun payung lebih dari 7.000 kali. (Foto: Chris Ings)

Namun, bukan berarti dia tidak pernah mengalami kecelakaan.

"Saya pernah mengalami berbagai macam cedera, tapi saya terus lanjut," katanya sambil tertawa, lalu menambahkan bahwa dia pernah menderita cedera tulang belakang dan patah lengan.

Ia mengaku kecelakaan tersebut terjadi karena dia ingin mencoba sesuatu yang berbeda dan tidak melompat sesuai aturan.

Untungnya, suaminya yang juga salah seorang muridnya, mendukung keinginannya terus terjun payung. Mereka pun kerap terjun payung bersama.

Mereka memiliki tiga anak berusia antara 11 dan 18 tahun.

Terjun payung bukan merupakan olahraga yang umum di Indonesia. (Foto: Chris Ings

Naila biasanya akan diam-diam mencari tahu dengan saksama persyaratan yang dibutuhkan sebelum terjun payung dan merencanakan perjalanannya dengan hati-hati.

Hanya ketika dia telah berhasil mencapai tujuannya, dia akan menceritakan pengalamannya.

“Saya tidak suka menjadi nomor dua. Kalau harus, setidaknya saya sudah memberikan semua yang saya bisa,” ungkapnya.

OLAHRAGA LANGKA DI INDONESIA

Namun, gegara COVID-19 Naila tidak bisa bepergian ke luar negeri untuk terjun payung saat ini.

Terjun payung di Indonesia pun tidak bisa dilakukan dengan mudah. Olahraga ini tidak umum di tanah air, sehingga tidak banyak tersedia zona penurunan untuk mendarat, dan harga izin terjun payung juga mahal.

“Kami membutuhkan lebih banyak dukungan. Jika pemerintah terbuka untuk ini, orang asing dapat datang (ke Indonesia) dan itu akan menghasilkan uang," sebut Naila.

Naila Novaranti telah melatih prajurit militer Indonesia dan juga negara lain. (Foto: Taufik)

Untuk saat ini, seperti rata-rata orang, Naila hanya berharap pandemi COVID-19 segera berakhir.

“Yang benar-benar saya inginkan adalah kita memiliki zona penurunan sendiri di sini (sipil) sehingga kita tidak bergantung pada negara lain untuk melatih orang dan kita dapat menempatkan lebih banyak juara di sana.

“Jika semua orang punya kesempatan untuk terjun payung, akan lebih mudah bagi kami, juga akan lebih mudah bagi saya untuk (melatih) generasi penerus terjun payung,” katanya.

Bacalah cerita ini dalam Bahasa Inggris.

Baca juga artikel Bahasa Indonesia tentang sebuah komunitas sukarelawan pengendara motor yang membantu ambulans menembus kemacetan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.

Ikuti akun CNA di Facebook dan Twitter untuk membaca artikel-artikel terkini. 

Source: CNA/ks(jt)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement