Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu

Advertisement

Advertisement

Indonesia

Lanjutan proyek MRT Jakarta dikhawatirkan ancam aneka artefak cagar budaya

Tahap kedua dari konstruksi rel kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta melintasi kawasan yang memendam aneka artefak bersejarah dari setidaknya abad ke-19. 

Lanjutan proyek MRT Jakarta dikhawatirkan ancam aneka artefak cagar budaya

Lokasi konstruksi MRT Jakarta tempat para pekerja menemukan jalur trem era kolonial dari abad ke-19. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

JAKARTA: Arkeolog Candrian Attahiyat sempat waswas ketika tahap kedua pembangunan jaringan moda raya terpadu (MRT) bawah tanah Jakarta dimulai pada tahun 2020.

Rel sepanjang 5,8 km tersebut akan menghubungkan pusat Kota Jakarta dengan sisi utaranya. Artinya, jalur ini akan melintasi bekas permukiman berusia beberapa abad, dari masa ketika daerah ini masih dikuasai oleh Belanda dan bernama Batavia.

“Saya khawatir sekali. Saya rasa (kami) semua teman-teman komunitas arkeolog merasakan hal yang sama,” ujar Candrian, ketua Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta, kepada CNA.

Memasuki beberapa bulan proses pembangunan, kecemasan Candrian terbukti. Pekerja konstruksi mulai menemukan artefak-artefak bersejarah ukuran kecil berupa pecahan keramik dan peluru peninggalan masa lampau.

Menurut para ahli konservasi, makin lama proyek berlangsung, makin besar pula ukuran berbagai artefak yang ditemukan.

Sejak pertengahan 2021, rangkaian penggalian telah mengungkap adanya jalur trem peninggalan abad ke-19, saluran air kuno, serta fondasi jembatan dari berabad-abad silam. Ditemukannya jalur trem sepanjang 1,4 km di enam lokasi menjadi berita terbaru dari proyek ini.

Dan perdebatan sengit terkait nasib objek-objek tersebut pun tak terhindarkan.

Beberapa arkeolog, termasuk Candrian, meyakini bahwa benda-benda bersejarah tersebut sepatutnya dibiarkan di posisi semula. Akan tetapi, menurut pihak MRT Jakarta, hal tersebut akan sangat mempersulit kelangsungan proyek.

Pengelola jalur kereta tersebut akhirnya sepakat untuk mempreservasi sebagian objek yang dinilai tidak akan mengganggu kelangsungan proyek. Rangkaian rel trem tua dan saluran air terakota yang ditemukan hampir seluruhnya harus dibongkar untuk dipindahkan.

“PT MRT Jakarta bersama tim ahli arkeologi menyusun metode pekerjaan penyelamatan temuan tersebut,” jelas Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta Silvia Halim kepada pers bulan lalu.

Menurut Silvia, benda-benda tersebut akan didokumentasikan dan dibongkar dengan hati-hati sebelum disimpan untuk sementara. PT MRT Jakarta berjanji akan menyediakan ruang di stasiun-stasiun yang kelak dibangun agar sebagian objek ini dapat dipamerkan kepada publik.

Setelah negosiasi panjang, para anggota komunitas arkeologi pun mengalah, setidaknya untuk saat ini.

Meski demikian, mereka tetap mencemaskan nasib artefak-artefak lain yang masih terkubur di berbagai kawasan bersejarah Jakarta, yang kemungkinan akan terusik oleh pembangunan rel kereta bawah tanah tersebut.

MEMBONGKAR SEJARAH

Di penghujung November lalu, ketika CNA mengunjungi salah satu lokasi proyek MRT ini, sebagian besar rangkaian rel trem beserta bantalan kayunya telah diangkut dari dasar galian pada jalanan beraspal, menyisakan lapisan tanah kekuningan yang berlumpur akibat guyuran hujan.

Jejak memanjang yang tertinggal menjadi satu-satunya penanda bahwa hingga tahun 1960-an, trem pernah berseliweran di kawasan yang telah menjadi salah satu jalur lalu lintas tersibuk Ibu Kota.

Di satu sudut lokasi proyek, teronggok tumpukan potongan rel baja beserta bantalan kayunya. Meski telah terkubur begitu lama, sebagian besar rel tersebut tampak awet. Jejak oksidasi memang terlihat di sana-sini, namun hampir tak ada tanda-tanda termakan usia, retakan, puntiran, maupun deformasi.

Para pekerja memeriksa kondisi rel trem dan bantalannya di lokasi konstruksi MRT Jakarta. Artefak-artefak bersejarah ini telah terkubur selama beberapa dekade dan nyaris terlupakan hingga akhirnya ditemukan kembali lewat pembangunan jalur kereta bawah tanah yang tengah berlangsung. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

“Kalau dibiarkan begitu saja, bisa rusak akibat pembangunan MRT,” ujar Charunia Arni Listiya, arkeolog dari Universitas Indonesia yang memimpin upaya ekskavasi rel trem.

Menurut Charunia, jalur trem itu secara teknis milik Perusahaan Umum Pengangkutan Penumpang Djakarta (Perum PPD), sehingga temuan itu akan dibawa ke fasilitas penyimpanan milik badan tersebut.

Sementara itu, temuan berupa saluran air terakota peninggalan abad ke-17 kini disimpan di halte bus tak terpakai di dekat lokasi konstruksi.

Candrian dari Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta mengakui bahwa proses pembongkaran tersebut membuatnya merasa masygul.

“Saya masih merasa kalau rel trem tersebut harus dibiarkan pada tempatnya, tapi saya paham bahwa secara teknis itu sulit dengan adanya pembangunan ini. Harus ada kompromi," ujarnya.

PENUH NILAI BERSEJARAH

Dibangun oleh Belanda, rel trem yang ditemukan pernah beroperasi sejak tahun 1869. Satu jalurnya melintas sepanjang 10 km dari kawasan tertua Batavia di sisi utara menuju permukiman kelas atas untuk orang-orang kaya Eropa — kini Jakarta Pusat.

Sebagian besar jalur kereta tertua di Indonesia ini ternyata bersinggungan dengan proyek konstruksi MRT yang tengah berjalan.

Pada mulanya, trem ditarik kuda. Akan tetapi, trem jenis ini sangat tidak efisien karena kuda hanya mampu bekerja selama beberapa jam dan harus dikandangkan, dirawat, serta diberi makan. Kotorannya yang mencemari jalanan Batavia juga memunculkan masalah.

Pada tahun 1881, trem kuda digantikan oleh trem bertenaga uap. Lantas hadirlah trem bertenaga listrik di Batavia pada tahun 1934, dengan jaringan yang meluas hingga meliputi sebagian besar ibu kota Hindia Belanda tersebut.

Akan tetapi, biaya perawatan trem mahal. Selain itu, seiring transformasi Batavia menjadi Kota Jakarta yang hiruk-pikuk, terutama setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, trem pun kehilangan pesonanya di mata orang-orang kota.

“Karena trem harus berebut ruang dengan mobil, bus, dan pejalan kaki, kecelakaan makin sering terjadi seiring bertambahnya populasi,” tutur sejarawan JJ Rizal kepada CNA.

Trem juga tidak disukai oleh beberapa nasionalis, termasuk bapak bangsa dan presiden pertama Indonesia, Soekarno, yang melihatnya sebagai sisa-sisa penjajahan di negeri ini.

Akan tetapi, membongkar rangkaian rel tersebut ternyata terlalu mahal bagi negeri yang baru merdeka. Terbengkalai begitu saja, rel-rel itu pun kelak terkubur di bawah lapis demi lapis aspal sampai benar-benar terhapus dari ingatan masyarakat.

Para pekerja melepas penat di atas tumpukan rel trem dan bantalannya yang baru saja dibongkar di lokasi konstruksi MRT Jakarta. Artefak bersejarah ini telah terkubur selama beberapa dekade lantas terlupakan, hingga akhirnya ditemukan kembali baru-baru ini. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

Sementara itu, saluran air terakota yang ditemukan pernah dimanfaatkan sejak abad ke-17 untuk mengalirkan air bersih ke rumah-rumah dan berbagai bangunan di Batavia dari kanal terdekat serta fasilitas penampungan air terpusat.

“Ini artefak-artefak penting yang bisa membantu masyarakat lebih memahami sejarah Jakarta,” jelas JJ Rizal.

Dinas Kebudayaan DKI Jakarta memuji MRT Jakarta atas inisiatifnya melaporkan berbagai temuan tersebut kepada pihak berwenang serta kesediaannya untuk bekerja sama dengan komunitas arkeologi dalam proses penggalian artefak.

“Apa yang dilakukan oleh PT MRT ini menjadi bagian penting dalam upaya upaya mengembalikan lagi peradaban di masa lampau,” kata Iwan Henry Wardhana, kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dalam suatu diskusi belum lama ini.

MEMBAYANGKAN MASA DEPAN

PT MRT Jakarta saat ini mengoperasikan jalur rel sepanjang 15,7 km dari Bundaran Hotel Indonesia di wilayah pusat hingga Lebak Bulus di pinggiran barat daya Jakarta.

Tahap kedua konstruksi akan memperpanjang jalur ini ke utara sampai ke kawasan bersejarah Kota Tua. Ada pula rencana untuk menyambungnya hingga kawasan rekreasi Ancol di area pesisir Jakarta.

Tahap pembangunan terkini mencakup penambahan tujuh stasiun hingga nantinya berjumlah 20.

MRT Jakarta berencana membuka tiga dari tujuh stasiun tersebut pada tahun 2025, namun ruas yang melalui kawasan cagar budaya kota baru akan beroperasi pada tahun 2028.

Hingga nantinya terealisasi, publik belum dapat melihat rel trem dan berbagai artefak lain yang akan dipajang di stasiun-stasiun MRT dekat lokasi penemuan.

Sejarawan JJ Rizal menilai ada hikmah di balik tenggat waktu yang masih lama tersebut.

“Sampai saat ini, kami belum tahu bagaimana stasiun-stasiun ini nantinya didesain dan bagaimana objek-objek bersejarah ini akan dipajang. (Berkat lamanya tenggat waktu) semuanya jadi punya waktu untuk betul-betul memikirkan cara terbaik menyajikan artefak-artefak ini serta sejarah di baliknya kepada masyarakat umum,” pungkasnya.

Seorang pekerja memeriksa kondisi rel trem dan bantalannya yang baru saja digali di lokasi pembangunan MRT Jakarta. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

Sementara itu, Candrian dari Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta terus menduga-duga nasib berbagai artefak yang masih terkubur dan bisa jadi akan terusik oleh kelangsungan konstruksi.

Menurutnya, saat ini pun pihak berwenang sudah kesulitan menyediakan ruang penyimpanan untuk rel sepanjang 1,4 km yang telah digali, sementara yang terselamatkan baru sebagian kecil dari keseluruhan jaringan.

“Kalau pekerja menemukan artefak lagi, apa bakal dibongkar dan disingkirkan seperti yang sudah-sudah? Masyarakat perlu melihat artefak-artefak ini di lokasi aslinya untuk bisa menghargai konteks sejarah dan geografis (objek-objek tersebut),” ujarnya.

Candrian pun mengungkapkan dilema yang ia rasakan terkait proyek pembangunan MRT.

“Di satu sisi, itu artinya makin banyak orang bisa mengunjungi kawasan cagar budaya Jakarta. Tapi jangan sampai itu mengorbankan situs-situs dan artefak bersejarah,” pesannya.

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai bertambahnya kasus cedera ginjal akut akibat obat sirop tercemar.   

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel. 

Source: CNA/nv(ih)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement