Waspadai cacing parasit dalam sashimi, simak tip ini untuk menghindarinya
Setelah insiden ditemukannya cacing dalam sashimi di Singapura, CNA menguji keamanan sushi di lab dan bertanya kepada chef berpengalaman soal tip aman memakan ikan mentah agar terhindar dari infeksi parasit.

SINGAPURA: Dua bulan lalu TikToker asal Singapura, Jeff Koh, sedang ingin makan sushi. Dia kemudian membelinya di sebuah toko makanan yang populer di distrik Woodlands.
"Toko itu selalu padat pengunjung, antreannya panjang, dan saya percaya akan (standar) kebersihan mereka," kata dia.
Tapi sesampainya di rumah, dia melihat sesuatu yang tampak seperti "beberapa ekor" cacing berwarna putih pada irisan ikan mentah atau sashimi yang dibelinya.
Koh kemudian mengunggah temuannya itu di TikTok sambil men-tag toko penjual sushi tersebut dan beberapa media, untuk menanyakan apa yang harus dilakukan konsumen jika mendapati parasit di dalam sushi yang dibawa pulang.
Insiden tersebut tidak lantas membuat Koh kapok memakan sashimi, tapi yang jelas kini dia mengubah kebiasaan saat menyantapnya. Koh sekarang hanya pergi ke "restoran Jepang yang tepat" untuk bisa menikmati sashimi.
"Dan saya biasanya akan meneliti salmon mentah dari dekat untuk melihat apakah ada parasit atau cacing di dalamnya. Saya hanya perlu membalikkan daging sushinya," kata dia.

Para ahli dan pemain di industri sushi mengatakan masih banyak lagi yang bisa dilakukan konsumen untuk menghindari infeksi parasit. Kepada program Talking Point, mereka membagikan tip aman memakan sashimi. Dalam program ini juga, dilakukan eksperimen kecil untuk mencari tahu seberapa aman konsumsi ikan mentah, khususnya di Singapura.
BAGAIMANA CACING BISA ADA DI DAGING IKAN?
Walau ikan mentah sudah biasa disantap di Singapura, namun Badan Makanan Singapura (SFA) mengategorikannya sebagai "makanan berisiko tinggi" karena tidak melalui proses pemasakan.
"Selain kontaminasi mikrobiologi, konsumsi ikan mentah siap saji juga berisiko menularkan infeksi parasit," ujar SFA kepada CNA Februari lalu, setelah konsumen lainnya menemukan cacing parasit dalam paket nasi sashimi dari toko waralaba produk murah asal Jepang.
Dua jenis cacing parasit yang paling sering ditemui adalah cacing gelang seperti Anisakis dan cacing pita.
Cacing parasit dewasa pertama-tama akan bertelur di dalam usus inangnya, misalnya lumba-lumba.
Telur tersebut kemudian keluar dari tubuh inang melalui feses dan menetas menjadi larva yang berenang bebas, jelas Marie Tan, dosen ilmu kelautan dan lingkungan di Politeknik Republik, Singapura.
Larva-larva itu berenang untuk mencari inang berikutnya. Mereka bisa saja dimakan oleh udang, yang kemudian dimangsa lagi oleh ikan.
Jika manusia kemudian memakan ikan tersebut, maka dia "secara tidak sengaja akan menjadi inang dari parasit itu", kata Tan.
Menurut Tan, cacing parasit cukup umum ditemui pada ikan, terutama yang ditangkap di alam liar. Kecil kemungkinannya cacing parasit terkandung pada ikan ternak yang dibudidayakan di kondisi yang lebih terkendali.

GEJALA TERINFEKSI CACING PARASIT
Konsumen yang tidak sengaja memakan cacing Anisakis dapat mengalami berbagai gejala, seperti mual, muntah, diare, dan mencret, kata Ling Li Min, spesialis penyakit menular di Rophi Clinic, Singapura.
Beberapa orang yang terinfeksi bisa mengeluarkan darah dalam feses mereka. Namun acapkali, kata Ling, berbagai gejala ini sulit dibedakan dengan keracunan makanan biasa.
Parasit lainnya yang bisa termakan oleh penikmat ikan mentah adalah cacing pita, yang bisa tumbuh sepanjang dua hingga tiga meter. Banyak orang mungkin tidak sadar telah menelan cacing pita, kata Ling yang telah menangani tiga kasus infeksi cacing pita tahun lalu.

Mereka bisa jadi tidak menunjukkan gejala apapun seperti diare atau muntah, sampai "ditemukan sesuatu yang merayap di dalam feses mereka", kata dia.
Ling menambahkan, cacing pita tidak serta merta menyebabkan penyakit yang mengancam jiwa, tapi akan jadi masalah jika tetap bercokol di tubuh manusia. "Ingat, cacing ini menempel pada usus, jadi dapat mengganggu penyerapan nutrisi. Keadaan ini dapat menurunkan kondisi kesehatan secara umum."
Itulah sebabnya masyarakat harus segera mencari pertolongan medis jika mengalaminya, imbuh dia.
Cacing parasit bisa jadi menakutkan, tapi "untungnya, tidak banyak ditemui pada pasien" yang dirawat Ling. Dia lebih sering mendapati pasien yang keracunan makanan karena bakteri seperti Salmonella, Escherichia Coli (E. Coli), Vibrio dan Listeria monocytogenes.
15 SAMPEL SASHIMI SALMON DIPERIKSA, SATU MENGANDUNG PARASIT
Untuk menguji keamanan sushi yang dijual di Singapura, program Talking Point mengirimkan 15 sampel sashimi salmon dari berbagai sumber - mulai dari toko online, supermarket hingga restoran murah dan mewah - untuk diperiksa di laboratorium.

Sampel-sampel itu diuji untuk mencari kandungan cacing parasit dan juga bakteri seperti Salmonella, E. Coli, Vibrio parahaemolyticus dan Listeria monocytogenes. Menurut Ling, pada orang yang sehat bakteri-bakteri ini hanya menyebabkan sakit ringan. Tapi bagi mereka dengan kekebalan tubuh yang lemah, konsekuensinya bisa parah hingga mematikan.
Ling mencontohkan, Listeria bisa menyebabkan penyakit berat dan bahkan keguguran bagi wanita hamil.
Tidak ditemukan adanya parasit dari ke-15 sampel yang diuji. Namun pengujian menunjukkan terdapat kontaminasi pada dua sampel. Satu sampel di antaranya - yang dibeli di toko waralaba produk murah - dianggap tidak layak konsumsi karena mengandung Listeria. Berdasarkan peraturan makanan di Singapura, seharusnya tidak boleh ada bakteri yang terdeteksi di makanan siap saji.
Sampel lainnya yang dibeli dari toko online mengandung bakteri E. Coli, namun masih dalam taraf aman. Kadar E.Coli dalam sampel itu adalah 20 unit pembentuk koloni per gram, lebih rendah dari batasan yang ditetapkan otoritas Singapura yaitu lebih dari 100 unit pembentuk koloni per gram, jelas Agnes Ye, manajer senior dan kepala departemen mikrobiologi di perusahaan bidang pengujian dan pemeriksaan, Setsco Services.

Ye menuturkan, bakteri E. Coli bisa hinggap pada makanan jika petugas yang menanganinya tidak mencuci tangan dengan benar.
Listeria - bakteri penyuka dingin yang bisa bertahan hidup di dalam lemari es - dapat hinggap pada makanan dalam salah satu proses rantai distribusi. Ye mengatakan "misalnya, jika mejanya kotor dan ikan diletakkan di atasnya. Lalu, jika ikannya dikemas, maka bakterinya masih menempel."Â
Seharusnya, tidak boleh ada satu pun dari bakteri ini yang ditemukan dalam 15 sampel yang diuji."
SFA merekomendasikan untuk membeli ikan mentah siap saji hanya dari toko-toko yang berlisensi.
Berdasarkan panduan yang dikeluarkan pada 2021 oleh Dewan Standardisasi Singapura dan badan Enterprise Singapore, konsumen dapat menjadikan daging ikan mentah sebagai produk terakhir yang dimasukkan ke keranjang belanja dan ditempatkan di dalam kantong penahan suhu dingin.Â
Setelah dibeli, ikan mentah secepatnya harus dimasukkan ke lemari es dengan suhu antara nol sampai empat derajat Celcius. Konsumen juga harus mengikuti instruksi dalam kemasan tentang tata cara pengolahan dan penyimpanannya. Sebelum dan setelah mengolah ikan, konsumen harus mencuci tangan dan peralatan dapur dengan saksama. Jangan membekukan kembali daging ikan mentah yang telah dicairkan.
TIP AMAN MAKAN SASHIMI DI RESTORAN
Bagi mereka yang ingin memakan sushi di restoran, Chef Koezuka Yoshihiko, manajer restoran Jepang Kuriya Dining di Singapura, memberikan tip cara mencegah infeksi cacing saat memakan sashimi.
Yoshihiko mendemonstrasikan caranya menggunakan kampachi, atau ikan ekor kuning yang didatangkan langsung dari pasar ikan Osaka. Kepada pembawa acara Talking Point, Steven Chia, dia menerangkan bahwa kesegaran ikan bisa dilihat dari matanya yang "transparan".
Cacing biasanya ditemukan dalam usus, sehingga ikan yang diimpor oleh Kuriya Dining sudah dikeluarkan organ dalamnya sejak di Jepang.
Konsumen harus mencermati permukaan ikan yang akan mereka makan, serta bagian di antara irisan dagingnya. Yoshihiko mengatakan, konsumen juga harus memastikan tidak ada lubang pada daging ikan, dan terakhir, memeriksa teksturnya. "Jika ada cacing di dalamnya, atau jika ikannya tidak segar, dagingnya akan sedikit lebih lembek."

Walau SFA merekomendasikan agar entitas pengimpor dan pengolah ikan mentah siap saji melakukan deep-freezing, tapi tidak banyak yang melakukannya karena proses pembekuan ini dapat berdampak pada tekstur daging. Namun importir berlisensi telah menerapkan langkah-langkah penelusuran asal-usul ikan dan berbagai praktik lainnya untuk memastikan keamanan produk.
Kenny Ng, wakil presiden perusahaan penyedia bahan makanan RE&S Enterprises, mengatakan mereka mengajukan izin penerimaan kargo setiap kali mengimpor ikan. Hal ini untuk memastikan jika terjadi insiden makanan, maka perusahaan mengetahui "dengan pasti dari pengiriman yang mana produk itu berasal".
Selama proses pengangkutan, daging ikan disimpan pada suhu di bawah empat derajat Celcius, imbuh Ng.

Dus-dus daging ikan yang tiba di kantor RE&S diperiksa untuk memastikan kemasannya tidak rusak. Sebagai bagian dari prosedur keamanan, beberapa sampel diambil dari lini pengolahan dan dikirim ke laboratorium penjamin mutu perusahaan untuk menjalani tes guna memastikan bakteri yang ditemukan memiliki kadar di bawah ambang batas yang ditentukan pemerintah.
Ikan yang lulus inspeksi kemudian dibersihkan dan dipotong, lalu dikemas dan dikirim ke berbagai restoran. Label yang menunjukkan tanggal kedaluwarsa dan bagian tak terpakai lainnya akan dibuang oleh pihak restoran, kata Ng.
Saksikan episode Talking Point di sini.
Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.
Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai chef hotel berbintang yang banting setir melayani pasien rumah sakit.
Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.