Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu

Advertisement

Advertisement

Indonesia

Menguak misteri: Derap lamban dan sunyi pemugaran kompleks candi kuno Muaro Jambi

Urusan pembebasan lahan masih hadang upaya pemerintah Provinsi Jambi menyokong kerja-kerja arkeologis dan perbaikan akses.

  Menguak misteri: Derap lamban dan sunyi pemugaran kompleks candi kuno Muaro Jambi

Candi Buddha Kedaton, salah satu bangunan yang ditemukan di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Para ilmuwan percaya peradaban besar pernah berpusat di kawasan ini dari abad ke-7 hingga ke-13. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

JAMBI, Sumatra: Di lahan gambut berkanopi pada sebentang dataran rendah di Jambi, arkeolog-arkeolog Indonesia telah menyurvei lebih dari 100 situs yang dipenuhi peninggalan peradaban kuno.

Sejauh ini, mereka telah menemukan candi-candi Buddha, berbagai bangunan keagamaan, serta aneka artefak yang tersebar di sepanjang Sungai Batang Hari, Kabupaten Muaro Jambi.

Beragam struktur dan kompleks ini – dibangun antara abad ke-7 dan ke-13 serta terhubung satu sama lain oleh rangkaian kanal dan jalan setapak – ditemukan dalam lingkup area seluas 39 kilometer persegi, seukuran satu kota kecil.

Para ilmuwan Indonesia percaya Muaro Jambi dulunya berdenyut sebagai satu peradaban besar dan merupakan ibu kota Kerajaan Sriwijaya yang menguasai sebagian besar Sumatra enam abad lamanya.

Wilayah Muaro Jambi juga dirujuk dalam sejumlah naskah kuno sebagai pusat pendidikan dan pelatihan ribuan rohaniwan Buddha dari berbagai penjuru Asia.

Bukti-bukti yang lebih kuat masih dibutuhkan oleh para ilmuwan untuk mengungkap Muaro Jambi sebagai salah satu kompleks keagamaan terbesar dan terpenting di Asia Tenggara pada zamannya.

“Ini tempat yang sangat penting pada masanya,” kata Asyhadi Mufsi Sadzali, dosen Arkeologi dari Universitas Jambi.

Meski luas dan bernilai sejarah penting, belum banyak yang tahu – apalagi mengunjungi – kompleks candi di Muaro Jambi ini, termasuk orang-orang Indonesia sendiri.

Pemerintah Provinsi Jambi bertekad mengubah kondisi ini demi mengangkat Muaro Jambi sebagai salah satu tujuan wisata utama di Indonesia. Akan tetapi, tantangannya terbilang banyak.

Salah satunya adalah fakta bahwa bangunan-bangunan kuno di Muaro Jambi ini tidak berhiaskan pahatan-pahatan indah sebagaimana Borobudur di Jawa Tengah atau Angkor Wat di Kamboja, dua ikon pariwisata berupa kompleks kuil kuno yang kerap ramai dikunjungi.

Bangunan-bangunan kuno Muaro Jambi berukuran lebih kecil, terbuat dari batu bata yang disusun geometris. Pahatan indah tak banyak ditemukan di seantero kompleks.

Indonesia berharap status Warisan Dunia dari UNESCO akan membawa serta investasi berikut berbagai perhatian khusus ke kawasan ini.

Sayangnya, meski pengajuan permohonan untuk memperoleh status tersebut telah dilakukan oleh pemerintah lebih dari 13 tahun lalu, kompleks Muaro Jambi masih berada di fase pertama dari lima tahap proses nominasi. Belum jelas pula peta jalan menuju tahap berikutnya.

TEMPAT ISTIMEWA

Bagi pihak-pihak terlibat, upaya mengungkap misteri kompleks Muaro Jambi berlangsung lamban dan penuh kehati-hatian.

Dari 101 gundukan yang disurvei oleh para arkeolog, hanya 24 yang telah digali sejak kompleks ini ditemukan pertama kali oleh laskar Inggris pada tahun 1824. Karena keterbatasan dana, baru delapan yang sudah sepenuhnya dipugar dan terbuka untuk umum.

Salah satu yang telah dipugar adalah Candi Kedaton, diyakini pernah menjadi tempat pelatihan para biksu Buddha dari berbagai wilayah Asia.

"Yang dilatih di sini itu bukan biksu-biksu (Buddha) biasa," ujar arkeolog Asyhadi. "Ada teori kalau ini adalah tempat latihan untuk para gurunya."

Struktur utama di kompleks Candi Kedaton. Beberapa arkeolog percaya bahwa situs ini pernah digunakan sebagai tempat pelatihan bagi para biksu Buddha dari seantero Asia. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

Berukuran 4 hektare, kompleks Kedaton dilingkungi dinding bata tinggi dan dapat dimasuki melalui gerbang beranak tangga berhiaskan batu berukir.

Di dalamnya terdapat beberapa pekarangan luas di sekitar satu struktur besar serupa kuil.

Menurut Asyhadi, ada kemiripan antara Candi Kedaton dan lokasi-lokasi lain di Muaro Jambi dengan deskripsi dalam kumpulan catatan biksu Tiongkok bernama Yijing – disebut pula I-Tsing – yang ia tulis ketika mengunjungi Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 untuk memperdalam agama Buddha.

"(Yijing) menulis dalam bukunya bahwa ia melihat bangunan-bangunan batu bata besar dan di dalamnya ada 1.000 (biksu) yang belajar. Dia juga menyebutkan, di bulan September dan Maret tidak ada bayangan," kata Asyhadi, mengacu pada posisi Muaro Jambi di sekitar garis ekuator. "Ada kemiripan antara apa yang digambarkan (Yijing) dengan tempat ini."

Ditambahkan Asyhadi, ada pula kesamaan antara Muaro Jambi dengan apa yang ditulis guru besar agama Buddha abad ke-11, Atisa Dipankara Srijnana. Berasal dari Benggala, Atisa tercatat sebagai salah satu tokoh Buddhisme terbesar abad pertengahan di Asia.

Kehadiran Yijing dan Atisa di Sriwijaya umumnya disepakati oleh para sejarawan. Akan tetapi, Sriwijaya begitu luas, sehingga lokasi pasti pusat pelatihan agama Buddha di kerajaan ini pada masa itu masih menjadi perdebatan di komunitas arkeologi.

"Kami belum menemukan bukti arkeologis yang mendukung hal ini," ujar Asyhadi menanggapi teori-teori yang menunjuk Muaro Jambi sebagai salah satu pusat Buddhisme di Asia.

Asyhadi Mufsi Sadzali, dosen arkeologi dari Universitas Jambi. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

"Kalau kita mau memahami arti penting Muaro Jambi, kita harus memahami apa yang dipelajari (para rohaniwan Buddhisme itu) di sini, apa saja yang diajarkan, siapa saja gurunya. Itu langkah pertama untuk memahami fungsi dari kompleks yang luas ini."    

TANTANGAN UTAMA

Jawabannya bisa jadi tersembunyi di balik puluhan gundukan yang belum digali di sepanjang wilayah Muaro Jambi.

Tahun ini, satu tim arkeolog memusatkan penggalian di empat titik.

Di satu kompleks seluas 10.000 meter persegi, para penggali dan ilmuwan telah menyingkap struktur besar susunan batu bata yang menjulang 5 meter dari dasarnya, terbelit akar-akar dan cecabang satu pohon raksasa. Para ilmuwan juga menemukan fragmen patung-patung Buddha hasil tatahan tangan serta empat bangunan lebih kecil yang sebagian besar tinggal puing-puing.

Dua kilometer dari situ, sekelompok arkeolog lain mengungkap temuan serupa saat melakukan penggalian tahun lalu. Di satu kompleks seluas 6.400 meter persegi, di bawah lapis demi lapis tanah, terdapat reruntuhan sekurang-kurangnya 20 struktur batu bata berikut aneka artefak.

Menurut arkeolog Mubarak Andi Pampang, para ilmuwan hanya bisa fokus di empat situs per tahun karena keterbatasan anggaran yang mencakup upaya mempelajari dan memugar situs-situs yang telah digali sebelumnya.

"Masih banyak hal yang tidak kami ketahui tentang keseluruhan kompleks. Kami tidak tahu fungsi pasti dari hampir setiap struktur yang sudah kami temukan. Kami juga ingin tahu bagaimana peradaban ini berkembang," ujar Mubarak, pemimpin tim penggalian.

Kompleks candi Buddha Koto Mahligai seluas 10.000 meter persegi, salah satu situs yang digali oleh para arkeolog pada tahun 2022. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

Arif Budiman, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jambi, menyampaikan kepada CNA bahwa salah satu rintangan terbesar yang memperlambat upaya-upaya arkeologis adalah kepemilikan tanah di kompleks kuno Muaro Jambi. Sebagian besar merupakan milik masyarakat setempat serta para pemilik perkebunan dan perusahaan batu bara.

Hanya sebagian kecil lahan dari kompleks seluas 39 kilometer persegi tersebut yang dimiliki oleh pemerintah provinsi dan terbuka untuk penggalian-penggalian. "Anggaran kami terbatas. Itu sebabnya butuh waktu lama," ujar Arif terkait rencana untuk membeli keseluruhan lahan.

Pemerintah pusat berusaha mempercepat prosesnya dengan mengalokasikan Rp200 miliar untuk membantu pemerintah daerah membeli lebih banyak lahan.

Akan tetapi, sebagian orang masih enggan menjual properti mereka demi kelanjutan upaya-upaya arkeologis.

Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Sudirman, mengatakan bahwa pihaknya tengah melakukan pembicaraan dengan perusahaan-perusahaan batu bara dan para pemilik perkebunan untuk pindah dari situs-situs bersejarah tersebut dan menawari mereka berbagai lokasi alternatif.

Pihak terkait juga terus berusaha meyakinkan penduduk setempat untuk menjual tanah mereka.

Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, Sudirman. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

"Kami ingin memberdayakan masyarakat setempat. Beberapa pekerjaan penggalian dilakukan oleh masyarakat di sekitar candi yang dilatih oleh para arkeolog. Kami juga memberi mereka kesempatan untuk menjual makanan, kopi, suvenir kepada wisatawan serta menyewakan sepeda dan bentor (becak motor)," jelas Sudirman.

"Kami bukan hanya memberi mereka kompensasi karena sudah menyerahkan ladangnya, tapi mereka juga bisa merasakan manfaat dari memiliki kompleks candi di lingkungan mereka."

POTENSI BELUM TERGALI

Menurut Sudirman, masih banyak potensi wisata di Muaro Jambi yang belum diberdayakan, dan pemerintah daerah ingin meningkatkan upayanya.

"Kami ingin mengembalikan candi-candi ini ke fungsi aslinya sebagai tempat pendidikan," kata Sudirman, menambahkan bahwa pemerintah Jambi telah menjalin hubungan dengan berbagai komunitas agama Buddha di seluruh Indonesia, mengajak mereka untuk menggelar acara-acara ziarah dan keagamaan di Muaro Jambi.

Ketika CNA mengunjungi Candi Kedaton, salah satu candi yang lebih dikenal dan lebih terawat di kompleks tersebut, hanya ada segelintir pengunjung dari kawasan sekitar.

Candi Buddha Kedaton di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. (Foto: CNA/Nivell Rayda)

"Masalahnya adalah transportasi dan akses," kata Sudirman.

Muaro Jambi terhubung ke seluruh provinsi melalui jalan-jalan sempit penuh lubang yang sering tergenang selama musim hujan.

Jalan-jalan tersebut biasa dilalui truk-truk besar yang mengangkut batu bara dari daerah perbukitan di sisi barat Jambi ke dermaga-dermaga sungai di dekat kawasan konservasi.

Menurut Sudirman, pemerintah tengah mempertimbangkan kemungkinan mengangkut wisatawan ke Muaro Jambi lewat Sungai Batang Hari, salah satu jalur sungai utama di Sumatra.

"Ada kanal-kanal kuno yang menghubungkan Sungai Batang Hari ke candi-candi. Pasti unik buat para wisatawan kalau kita bisa mengadakan tur perahu yang dimulai dari kota," ujarnya, merujuk pada Kota Jambi yang terletak di tepi sungai, sekitar 20 kilometer dari situs bersejarah tersebut.

Provinsi Jambi belum menyusun jadwal untuk mewujudkan hal ini. Rencana tersebut akan melibatkan pengerukan kanal-kanal dan parit-parit kuno berikut pembangunan aneka infrastruktur lain, tambah Sudirman. 

"Kami ingin menjadikan Muaro Jambi sebagai tujuan wisata utama kami. Tapi anggaran kami terbatas. Jadi kami harus terus melangkah sedikit demi sedikit, satu demi satu. Tapi kami yakin kami bisa mencapainya," ujarnya.

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggeris.   

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai usaha memprioritaskan sorgum sebagai makanan pokok alternatif Indonesia. 

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel. 

 

Source: CNA/ni(ih)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement