Analisis: Capres Prabowo ingin semakin merapat ke China, tapi masih butuh AS
Prabowo Subianto berbicara soal meneladani China dalam pengentasan kemiskinan dan hal-hal lainnya dalam sebuah forum pekan ini. Pengamat mengatakan, Prabowo memang ingin merapat ke China, tapi akan sulit menjauh dari AS.

JAKARTA: Calon presiden Prabowo Subianto menunjukkan keinginannya untuk bekerja sama lebih lanjut dengan China saat berbicara dalam sebuah forum pekan ini. Di saat bersamaan, dia menegaskan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia akan tetap non-blok dan tidak akan bergabung dengan blok kekuatan manapun jika terpilih presiden dalam pemilu tahun depan.
Berbicara soal kebijakan luar negeri pada acara yang diadakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada Senin (13 Nov), Prabowo mengakui bahwa China berhasil mengentaskan kemiskinan hanya dalam waktu beberapa dekade.
Indonesia selalu menjadikan Barat sebagai patokan kesuksesan, kata dia.
Tapi melihat pencapaian yang dilakukan China, Indonesia juga harus meneladani keberhasilan negara Asia Timur itu, ujar Prabowo lagi.
"Beberapa hal, bisa kita tiru – mungkin soal komitmen mereka memberantas korupsi, fokus mereka pada pendidikan, kebanggaan nasional mereka yang kuat. Itu yang harus kita kagumi," kata capres berusia 72 tahun yang kini menjabat menteri pertahanan itu kepada para hadirin yang terdiri dari diplomat, akademisi dan jurnalis.
"Saya mengagumi dan mengakui kesuksesan para pemimpin China yang hampir berhasil mengentaskan kemiskinan. Pemimpin China melakukan pencapaian yang sangat langka dalam sejarah umat manusia.
"Mereka mengangkat 700 juta orang keluar dari kemiskinan dalam satu generasi, dalam 40 tahun. Itu benar-benar sebuah pencapaian," kata dia.
"Tapi bukan berarti kita bisa menjiplak cara-cara mereka. Mungkin cara mereka ada yang tidak sesuai dengan budaya kita. Jadi, kita harus menyesuaikan," tutur Prabowo lagi.
Prabowo adalah calon presiden Indonesia ketiga yang menjabarkan rencana kebijakan luar negerinya pada forum CSIS dalam sepekan terakhir. Sebelumnya pada pekan lalu, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan telah lebih dulu berbicara pada forum tersebut.
Indonesia akan melaksanakan pemilu serentak pada 14 Februari tahun depan, dan para capres akan mulai berkampanye pada 28 November mendatang.
INGIN LEBIH DEKAT DENGAN CHINA?
Dr Lina Alexandra, ahli hubungan internasional di CSIS, menyadari betapa Prabowo telah menunjukkan keterbukaannya untuk lebih merapat ke China.
"Dari pengamatan saya, dia sangat ingin lebih dekat dengan China. Saya kira itu sangat jelas," kata dia kepada CNA.
"Saya kira mungkin menarik investasi (China) masih menjadi prioritasnya," ujar Lina lagi. Sikap Prabowo ini sejalan dengan pendekatan pemerintahan presiden Joko Widodo, yang menurut pengamat dilakukan demi kepentingan nasional dan menarik investor.
Prabowo tidak mengungkapkan rencana konkretnya pada forum Senin lalu itu, dan pengamat mencatat dia akan kesulitan untuk sedikit menjauh dari Amerika Serikat agar bisa lebih mendekat dengan China yang sudah menjadi mitra dagang terbesar Indonesia.Â
Pasalnya, AS masih merupakan mitra penting Indonesia, terutama dalam hal pertahanan.
Sebagai mantan jenderal TNI, Prabowo "juga sangat ingin, dari sudut pandang kemiliteran, mendapatkan keuntungan lebih banyak dari AS dalam hal pasokan alat utama sistem pertahanan," kata Lina. "Saya kira dia tidak menginginkannya dari China."
Indonesia dan China memiliki klaim yang tumpang tindih di perairan utara Kepulauan Natuna. Wilayah itu merupakan zona ekonomi eksklusif Indonesia, tapi juga masuk ke dalam wilayah yang diklaim China di Laut China Selatan.

AS "MASIH PENTING" BAGI INDONESIA
Prabowo menyadari betul bahwa Indonesia masih membutuhkan AS, kata Lina.
Bahkan, beberapa jam setelah pidato Prabowo di CSIS, Presiden Jokowi bertemu dengan Presiden AS Joe Biden di Washington dan menyepakati penguatan kerja sama pertahanan kedua negara.
Kedua pemimpin menandatangani perjanjian kerja sama pertahanan baru di bidang siber, medis kemiliteran, antariksa dan latihan gabungan, serta di beberapa bidang lainnya.
Indonesia dan AS juga meningkatkan kerja sama pada kemitraan strategis komprehensif.
Melihat perkembangan ini, Prabowo sepertinya tidak akan mengubah kebijakan luar negeri Indonesia secara drastis betapa pun dia ingin semakin mendekat ke China, kata ahli hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Asra Virgianita.
"Saya yakin Prabowo tahu bahwa AS masih penting. Masih nomor satu. Jadi, dia tidak akan meninggalkannya jika terpilih.
"Banyak kerja sama pertahanan dengan AS dibangun di masanya (sebagai menteri pertahanan)," kata Associate Professor Asra. Salah satunya pada Desember tahun lalu, angkatan laut kedua negara menggelar latihan gabungan laut dengan nama sandi Cooperation Afloat Readiness and Training (CARAT).
Pada Senin, Prabowo juga menyebut soal hubungan Indonesia yang sudah terjalin sejak lama dengan "kekuatan-kekuatan besar dunia" seperti negara-negara Barat, China, India dan Rusia.
Menekankan pentingnya "hubungan baik" dengan seluruh mitra dan negara, Prabowo mengatakan: “One thousand friends are too few, one enemy is too many” - Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh sudah terlalu banyak.
Namun, dalam acara itu Prabowo tidak menyinggung soal hubungan masa depan Indonesia dengan AS.
Hal ini, kata Lina dari CSIS, bisa jadi adalah sebuah strategi capres mengingat musim kampanye sebentar lagi dimulai.
Sebagai negara mayoritas Muslim terbesar dunia, Indonesia mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina dan mengecam serangan Israel ke Gaza.
Sementara AS adalah sekutu terdekat Israel.
Prabowo, kata Lina, mungkin saat ini tidak ingin dikait-kaitkan dengan AS.
KEBIJAKAN LUAR NEGERI PRABOWO "MASIH TIDAK JELAS"
Dibandingkan pidato kedua rivalnya di CSIS, para pengamat menilai kebijakan luar negeri Prabowo masih tidak jelas.Â
"Prabowo sama sekali tidak menyinggung soal bagaimana mempromosikan kedaulatan Indonesia dan tradisi kebijakan luar negeri non-blok," kata Associate Professor Dinna Prapto Raharja, direktur eksekutif Synergy Policies, sebuah lembaga peneliti di Jakarta.
"Mengejutkan, mengingat dia adalah menteri pertahanan, dia tidak menggunakan data untuk menunjukkan maksudnya."
Visi Ganjar sebagian besar sejalan dengan Jokowi. Mantan gubernur Jawa Tengah itu ingin mengatakan bahwa menjaga kedaulatan maritim akan menjadi prioritasnya, selain itu dia juga ingin meningkatkan kekuatan paspor Indonesia.
Sementara Anies, mantan gubernur Jakarta, mengkritik kebijakan luar negeri pemerintahan saat ini yang menurutnya terlalu transaksional. "Kita harus terlibat aktif dalam kancah global dan upaya-upaya kemanusiaan tanpa mempertanyakan apa keuntungannya bagi kita," kata dia.
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.