Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu
Advertisement
Advertisement

Indonesia

Intip cara wilayah kecil di Thailand ini bebas dari penyakit demam berdarah

Menolak kembali menjadi korban demam berdarah, para tokoh masyarakat di wilayah Pak Thang mengambil langkah kontroversial namun ampuh.

Intip cara wilayah kecil di Thailand ini bebas dari penyakit demam berdarah
Relawan membantu pemantauan jentik nyamuk di Pak Thang. (Foto: Jack Board/CNA)

PHICHIT, Thailand: Lebih dari satu dekade lalu, sebuah komunitas kecil di dataran tengah Thailand memutuskan untuk bangkit melawan demam berdarah dengue (DBD).

Pada 2011 banjir parah melanda sebagian besar Thailand, membuat provinsi yang terdampak seperti Phichit menjadi lahan subur bagi nyamuk untuk berkembang biak.

Menolak terus menjadi korban dari penyakit mematikan yang menyebabkan demam tinggi dan muntah-muntah ini, para tokoh masyarakat di wilayah Pak Thang akhirnya menyusun rencana kontroversial untuk menghentikannya. 

Sejak saat itu, masyarakat setempat secara aktif dan bergotong royong mencari tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang berkembang biak nyamuk, terutama di dalam rumah-rumah.

Selama tiga tahun berturut-turut hingga 2023, Pak Thang yang terdiri dari sembilan desa dengan hampir 6.000 penduduk, tidak pernah mencatatkan satu pun kasus penyakit karena nyamuk. Wilayah itu telah menjadi zona bebas demam berdarah.

Status itu disandang Pak Thang di tengah upaya Thailand melawan kemunculan kembali virus demam berdarah yang mematikan tahun ini. Sebelumnya pemerintah Thailand telah memperingatkan akan munculnya 150.000 kasus demam berdarah jika upaya pencegahan gagal.

Air tergenang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk penyebar DBD. (Foto: Jack Board/CNA)

Di Pak Thang, ada denda bagi warga yang tidak mematuhi panduan. Bendera dengan warna tertentu dipasang di luar rumah, sebagai penanda bahwa rumah itu berhasil - atau tidak berhasil - memusnahkan sarang nyamuk.

"Kami melakukan pemeriksaan setidaknya sebulan sekali. Jika kami menemukan rumah dengan jentik nyamuk setelah pemeriksaan selesai, maka kami akan memberikan bendera oranye, bukan bendera hijau," kata kepala desa Surasak Chalermstan.

"Kami tidak ingin menjatuhkan denda, tapi itu untuk mendorong masyarakat agar ambil bagian dalam upaya ini. Bagaimanapun juga, ini demi kesehatan mereka sendiri. Denda yang dikumpulkan diperuntukkan bagi dana kesehatan masyarakat," kata dia lagi.

Masyarakat di Pak Thang juga melakukan inovasi untuk mengatasi masalah nyamuk. Bagi rumah yang menolak menggunakan bahan kimia pembunuh nyamuk, maka ikan pemakan nyamuk akan dipelihara di dalam tangki-tangki air. Balok-balok kering yang terbuat dari daun jeruk nipis atau jeruk purut juga disebarkan untuk mencegah nyamuk bertelur dalam air di sekitar rumah.

Langkah-langkah sukses Pak Thang ini seakan bertolak belakang dengan fakta bahwa demam berdarah tengah merebak di seluruh Thailand.

Lebih dari 40.000 kasus demam berdarah tercatat terjadi di seluruh Thailand per 23 Juli lalu, dengan musim penghujan yang masih terus berlangsung. Jumlah ini tiga kali lipat dibanding pencatatan pada periode yang sama di tahun 2022.

Sebanyak 5.000 kasus tercatat terjadi setiap pekannya, berdasarkan data Kementerian Kesehatan Thailand yang meluncurkan kampanye pemberantasan nyamuk pada 30 distrik di 18 provinsi berbeda. Demam berdarah memang masalah tahunan di Thailand, tapi jumlah kasus tahun ini adalah yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. 

Bendera hijau di luar rumah yang bebas dari genangan air di Phichit. (Foto: Jack Board/CNA)

Angka kematian akibat demam berdarah secara nasional di Thailand saat ini sebanyak 40 orang. Pada periode yang sama tahun lalu, jumlahnya 10 orang.

"Jumlah kematian yang kita lihat mungkin tidak tinggi, tapi jika ada seseorang yang kehilangan nyawanya, itu sudah sangat sulit diterima. Untuk itulah, sangat penting menjadikan seluruh wilayah di Thailand sebagai daerah prioritas pencegahan kematian akibat demam berdarah. Penyakit ini bisa dicegah, tidak seperti penyakit lainnya yang tidak selalu bisa ditangkal," kata Wisit Apisitwittaya, petugas kesehatan di provinsi Phichit.

"Ketika seseorang meninggal karena demam berdarah, terutama jika itu anak-anak atau orang yang masih kuat dan sehat, dukanya akan sangat mendalam. Ini merupakan sebuah peringatan. Demam berdarah bukan penyakit yang bisa dianggap enteng," kata dia.

Meski dalam riwayatnya kebanyakan penderita demam berdarah adalah anak-anak, namun ada tren kenaikan kasus di antara orang dewasa. Meski demikian, anak-anak masih yang paling rentan terhadap gigitan nyamuk.

"Di seluruh Asia, cuaca ekstrem membuat kehidupan anak-anak menjadi terancam dan peningkatan jumlah anak yang menjadi korban wabah demam berdarah menambah satu lagi masalah yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik mereka," kata Yasir Arafat, penasihat kesehatan dan gizi senior di lembaga Save the Children Regional Asia, dalam pernyataan persnya,

"Nyawa anak-anak bisa diselamatkan jika kita mengambil langkah yang komprehensif dalam menghadapi ancamannya."

Penyemprotan nyamuk dilakukan di banyak provinsi di Thailand di tengah meningkatnya kasus demam berdarah. (Foto: Jack Board/CNA)

PERUBAHAN IKLIM MENINGKATKAN SEBARAN NYAMUK

Demam berdarah adalah penyakit yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan. Curah hujan, suhu dan aliran udara semuanya memainkan peranan dalam membantu penyebaran penyakit ini.

Sebuah penelitian yang tengah berlangsung menunjukkan hubungan antara perubahan iklim dengan tingginya penularan demam berdarah dan penyebarannya pada masyarakat yang sebelumnya tidak terdampak.

Pada wilayah dengan suhu yang hangat, nyamuk dapat memperluas habitatnya dan mampu hidup di tempat-tempat yang sebelumnya tidak bisa mereka tinggali.

"Faktor utama yang mempengaruhi situasi ini adalah suhu udara, bahkan naik satu derajat saja dapat meningkatkan peluang terjadinya demam berdarah hingga 10 persen, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan," kata Kanchana Nakhapakorn, profesor ahli demam berdarah dan perubahan iklim di Universitas Mahidol. 

Nakhapakorn menjelaskan, nyamuk-nyamuk cenderung tidak aktif dan beristirahat jika suhu udaranya rendah, di bawah 24 derajat Celcius. Tapi ketika suhu udara naik, mereka menjadi lebih aktif dan mampu terbang untuk mencari makan.

"Jika suhu udara naik, proses pertumbuhan nyamuk dari telur ke jentik dan nyamuk dewasa akan semakin cepat, peluang mereka bereproduksi dan menyebarluas juga akan meningkat drastis. Hal ini juga semakin memudahkan penularan penyakit," kata dia.

Dengan urbanisasi yang meningkat di seluruh Thailand dan Asia Tenggara, maka aliran udara di kota-kota semakin berkurang. Kondisi ini membuat nyamuk-nyamuk lebih mudah berkembang biak.

Fenomena atmosfer yang dikenal dengan nama El Nino juga diperkirakan akan meningkatkan suhu udara dan memicu cuaca ekstrem yang dapat memperparah penyebaran demam berdarah. 

Rekor suhu panas tertinggi sudah tercatat di banyak wilayah Asia tahun ini. Perubahan pola curah hujan juga akan menjadi masalah pada upaya mengatasi penyakit demam berdarah.

"Karena demam berdarah terjadi akibat gigitan nyamuk, pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan menyebabkan penyakit ini terus muncul. Jika ada volume curah hujan yang abnormal, sudah sepatutnya kita khawatir dan cemas," kata Wisit.

"Jika sering terjadi hujan, bahkan genangan air kecil saja bisa jadi lahan berkembang biak nyamuk-nyamuk penyebab demam berdarah," kata dia lagi.

Namyen Phurak, 87 tahun, dengan penuh semangat berpartisipasi dalam menjaga rumahnya dari jentik-jentik nyamuk. (Foto: Jack Board/CNA)

Penerapan langkah kecil namun disiplin dalam memberantas sarang nyamuk menjadi alasan mengapa wilayah Phak Thang berhasil mencegah penyebaran demam berdarah.

Bahkan warga lansia turut andil dalam kegiatan tersebut, salah satunya Namyen Phurak yang berusia 87 tahun.

"Saya pernah kena denda dua kali sebelumnya, jadi sekarang saya lebih berhati-hati dan terus mengingatkan diri sendiri untuk mengosongkan wadah air jika tidak digunakan," kata dia.

"Saya senang masyarakat terlibat dalam inisiatif ini dan membantu yang lainnya untuk waspada. Saya belum pernah terjangkit demam berdarah."

Pejabat setempat berharap langkah kecil di wilayah mereka juga bisa dilakukan di daerah lainnya seiring meningkatnya ancaman demam berdarah.

"Saya ingin melihat daerah lain juga menggunakan cara ini, karena akan berdampak langsung pada kesehatan mereka," kata kepala desa, Surasak. "Penyakit tidak akan menyebar jika rumah bersih dan bebas dari nyamuk."

Laporan tambahan oleh Jarupat Buranastidporn.

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai bahaya merkuri bagi para penambang emas dan keluarganya di Lombok.

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)
Advertisement

Also worth reading

Advertisement