Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu

Advertisement

Advertisement

Indonesia

‘Dia setara beras’: Indonesia prioritaskan sorgum jadi makanan pokok alternatif

Presiden Joko Widodo prioritaskan sorgum yang kaya nutrisi sebagai makanan pokok alternatif guna kurangi kebergantungan Indonesia terhadap beras.

‘Dia setara beras’: Indonesia prioritaskan sorgum jadi makanan pokok alternatif

Presiden Joko Widodo tinjau ladang sorgum di Nusa Tenggara Timur, 2 Juni 2022. (Foto: Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden/Laily Rachev)

JAKARTA: Pernah kuliah hukum di salah satu universitas di Jawa Timur tak membuat Maria Loretha dikenal untuk bidang itu di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Kegigihannya mengedukasi masyarakat tentang sorgum, tanaman jenis serealia, membuat aktivis berusia 54 tahun ini lebih dikenal sebagai ‘Mama Sorgum.’

Sekitar 10 tahun lamanya Maria pergi ke sana kemari mengajari berbagi komunitas tentang sorgum dan melatih mereka membudidayakannya.

"Saya dikasih julukan Mama Sorgum itu tahun 2013, karena waktu itu saya mungkin satu-satunya orang di negara ini yang pergi ke berbagai tempat untuk memperkenalkannya ke masyarakat," ujar Maria.

Tadinya dia pun tak tahu-menahu perihal tanaman itu, sampai seorang tetangga menyuguhinya sorgum pada tahun 2007.

"Saya pribadi tertarik melestarikan itu karena rasanya," ujar Maria. Dalam deskripsinya, sorgum berasa manis dan agak mirip kacang.

"Waktu tetangga kasih ke saya, saya tanya apa dia punya benih untuk saya tanam," kenang Maria. Ditambahkannya, benih sorgum yang diperolehnya ketika itu tidak sebanding dengan lahan seluas 3 hektare miliknya.

Maria Loretha dijuluki ‘Mama Sorgum’ berkat kegigihannya memperkenalkan sorgum kepada masyarakat. (Foto: Facebook/ Maria Loretha)

Ia lantas tertantang untuk menjelajahi Flores Timur demi mengumpulkan benih sorgum.

"Jadi saya mulai cari benihnya dari desa ke desa. Sesuatu mendorong saya untuk terus cari.

"Dan saya mendapati sorgum masih ditanam oleh beberapa petani yang tinggal di daerah-daerah terpencil, jauh dari jalan raya dan susah listrik."

Menurut Maria, meyakinkan orang-orang untuk melestarikan tanaman ini bukan perkara mudah; mereka terlalu terbiasa makan nasi dan belum mengerti arti penting menanam dan mengonsumsi sorgum.

Seiring waktu, masyarakat pun memahami nilai gizi sorgum, berikut manfaat ekonomi dari membudidayakannya.

Kini, sekitar 1.000 petani — sebagian besar perempuan — terlibat dalam budidaya sorgum di delapan kabupaten di Nusa Tenggara Timur.

Presiden Joko Widodo mengunjungi provinsi tersebut bulan Juni lalu dan terkesan dengan upaya penduduk setempat membudidayakan tanaman ini.

Presiden pun yakin sorgum perlu dijadikan makanan pokok nasional demi mengurangi kebergantungan masyarakat terhadap beras maupun gandum.

Selain itu, penggalakan budidaya sorgum dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor gandum yang ketersediaannya kian tak pasti akibat perubahan iklim dan perang di Ukraina.

“Kita ingin banyak alternatif (pangan), banyak pilihan yang bisa kita kerjakan di negara kita (untuk tujuan) diversifikasi pangan, alternatif-alternatif bahan makanan.

“(Jadi kita) tidak hanya tergantung pada beras karena kita memiliki jagung, memiliki sagu, dan juga ini sebetulnya tanaman lama kita, yang ketiga adalah sorgum," ujar Jokowi ketika meninjau ladang sorgum di Sumba Timur belum lama ini.

Agustus lalu, Jokowi menginstruksikan para menteri dan pejabat terkait untuk menyusun peta jalan produksi sorgum di Indonesia. 

Para analis yang diwawancarai CNA juga percaya sorgum dapat menjadi solusi atas menipisnya stok beras yang kerap memaksa pemerintah untuk melakukan impor.

Desember lalu, pemerintah memutuskan untuk mengimpor 200.000 ton beras guna mengisi kembali stok beras yang telah habis di gudang-gudang Badan Urusan Logistik (Bulog).

KEISTIMEWAAN SORGUM

Sorgum, disebut juga cantel atau gandrung, merupakan tanaman serealia yang bijinya cenderung bulat dan warnanya beragam, antara lain putih, kuning, merah, coklat, hitam, dan ungu.

Menurut Prof. Muhammad Azrai, pakar tanaman serealia di Kementerian Pertanian, sorgum tahan perubahan iklim berkat kemampuannya tumbuh merata di lahan subur maupun tidak subur dengan air yang terbatas.

"Menanam sorgum berulang kali bahkan bisa membuat tanah lebih subur," tambahnya.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko sependapat, dan menambahkan bahwa hal ini bertolak belakang dengan gandum yang umumnya tidak cocok ditanam di kawasan tropis.

Turut mendampingi Jokowi meninjau ladang sorgum Juni lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko memprediksi bahwa dominasi pola iklim El Nino tahun depan berpotensi menghadirkan kekeringan panjang.

"Jika nanti musim kering, akan terjadi kebakaran di mana-mana, terutama hutan, dan pasti akan terjadi gagal panen seperti padi dan jagung.

"Tapi sorgum relatif tahan kondisi cuaca karena tidak butuh air terus menerus untuk bisa tumbuh seperti padi."

Aneka warna biji sorgum. (Foto: Facebook/ Maria Loretha)

Menurut Laksana, Kepala BRIN, karakter biji sorgum dan padi yang begitu berbeda membutuhkan teknologi pengolahan yang berbeda pula, meski teknologi pengolahan sorgum secara umum tidaklah rumit.

Dari sisi kesehatan, sorgum kaya kandungan gizi seperti protein, karbohidrat, dan kalsium, jelas Prof. Azrai yang juga dosen pertanian di Universitas Hasanuddin Makassar.

"Jadi aman dikonsumsi untuk mencegah dan menurunkan diabetes, karena jumlah penderita diabetes kan cenderung meningkat," tambahnya.

Itu sebabnya ia mendukung langkah pemerintah memprioritaskan sorgum sebagai makanan pokok alternatif.

Menurut Prof. Azrai, peningkatan produksi sorgum pun dapat membantu perekonomian Indonesia.

"Jika dikelola dengan baik, bisa meningkatkan perekonomian nasional karena sorgum dapat membangkitkan perekonomian masyarakat pedesaan.

"Prospek bioenergi berbasis sorgum juga akan sangat menjanjikan ketika kita mampu mengelola dan memasarkannya secara professional, sehingga tidak ada yang terbuang sia-sia, terutama untuk bioetanol, bahan bakar briket atau biopelet, juga untuk bahan baku tripleks," jelasnya.

Selain itu, tepung sorgum juga dapat diolah menjadi berbagai makanan dan penganan tradisional maupun modern.

Sorgum pun dapat menjadi solusi atas kian menipisnya stok beras negara, sehingga berpotensi mengurangi keharusan pemerintah untuk mengimpornya.

Semakin tinggi tingkat konsumsi sorgum, semakin rendah kebergantungan masyarakat terhadap beras sebagai makanan pokok, kata para ahli.

Menurut Prof. Azrai, dibandingkan nasi, rasa kenyang dari mengonsumsi sorgum muncul lebih cepat dan dapat bertahan jauh lebih lama.

MENGIDENTIFIKASI TANTANGAN

Laksana dari BRIN mencatat adanya beberapa hambatan bagi pengadopsian sorgum secara lebih luas oleh publik sebagai makanan pokok alternatif.
  
"Kendalanya sekarang ini belum ada pasar yang memadai untuk konsumsi sorgum. Untuk itu, diperlukan edukasi pasar dan pengembangan produk yang sesuai," katanya kepada CNA.

"Tapi tepung sorgum punya potensi untuk dijadikan pengganti parsial gandum, mungkin untuk campuran sampai 15 persen tanpa mengurangi tekstur dan cita rasa produk turunannya," jelasnya.

Menurut Laksana, sebagai bagian dari peta jalan produksi sorgum tahun 2024, BRIN tengah mengembangkan sorgum varietas baru yang cocok untuk kawasan-kawasan tertentu di tanah air.

BRIN juga sedang mencoba membudidayakan beberapa varietas sorgum yang dapat dikembangkan menjadi tepung serta sebagai pengganti tebu.

Menurut mantan Panglima TNI Moeldoko, secara historis, besar kemungkinan rakyat Indonesia pernah terbiasa makan sorgum.

"Sorgum ini ada terukir di relief candi Borobudur, artinya memang sudah lama orang Indonesia makan sorgum ini.

"Tapi pertanyaannya, kenapa tidak berkembang? Karena tidak ada ekosistem untuk berkembang lebih lanjut," jelasnya.

Menurut Moeldoko, tidak ada off-taker yang dapat mendorong masyarakat membudidayakan sorgum secara intensif.

"Masalahnya tidak ada off-taker. Jadi industrinya tidak berkembang dengan baik.

"Ada beberapa yang membudidayakan, tapi baru sebatas kelompok kecil. Makanya penelitian sorgum terbatas, tidak seperti jagung atau padi," katanya kepada CNA.

Kementerian Pertanian telah menargetkan penanaman sorgum di lahan seluas 15.000 hektare di provinsi Nusa Tenggara Timur tahun ini, dan akan ditingkatkan menjadi sekitar 200.000 hektare pada tahun 2024, kata Moeldoko, menguraikan peta jalan.

Menurutnya, target 15.000 hektare untuk Nusa Tenggara Timur didasarkan pada cukup tingginya angka stunting akibat gizi buruk di provinsi tersebut.

"Harapannya, kalau masyarakat menanam sorgum dan ada off-taker yang bagus, maka bisa mengurangi stunting dan tingkat kemiskinan ekstrem," kata Moeldoko.

Presiden Indonesia Joko Widodo berpose dengan tanaman sorgum di Nusa Tenggara Timur pada 2 Juni 2022. (Foto: Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden/Laily Rachev)

EDUKASI PUBLIK TENTANG SORGUM

Guna memperluas edukasi terkait sorgum kepada masyarakat, pemerintah telah mengadakan festival di Jawa Tengah dan Jakarta. Kotak-kotak sarapan berisi makanan berbahan sorgum dibagi-bagikan ketika rangkaian acara berlangsung.

Menurut Moeldoko, di tahun-tahun mendatang, pemerintah berencana untuk lebih sering menggelar acara serupa.

Dan pemerintah bukan satu-satunya pihak yang berupaya memperkenalkan sorgum kepada masyarakat.

Kehati, salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Jakarta, turut bertekad melestarikan sorgum sebagai sumber pangan.  

"Indonesia punya sumber pangan yang kaya ragam. Kalau sumber pangannya hilang, budayanya juga hilang," tutur Puji Sumedi, manajer program pertanian Kehati.

Tujuan utama diterimanya sorgum secara lebih luas oleh publik telah mendorong LSM seperti Kehati untuk mengapreasiasi kerja-kerja para tokoh seperti Maria Loretha. Maria telah menunjukkan komitmennya melestarikan kearifan lokal, dan untuk itu mereka menganugerahinya Kehati Award beberapa tahun lalu.

Jika implementasi peta jalan pemerintah tahun 2024 terkait budidaya sorgum berhasil, diharapkan akan muncul banyak ‘Mama Sorgum’ lain di Indonesia.

Maria sendiri optimis sorgum akan dibudidayakan secara luas di provinsinya.

"Saya berharap Provinsi Nusa Tenggara Timur akan menjadi role model tempat sorgum berhasil ditanam, dikembangkan, dan dikonsumsi.

"Jadi dia setara beras," pungkasnya.

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggeris.  

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai kekhawatiran atas proyek MRT Jakarta ancam artefak cagar budaya. 

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel. 

Source: CNA/ks(ih)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement