Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu

Advertisement

Advertisement

Indonesia

Cegah malapetaka terulang, Cianjur relokasi warga dan siapkan infrastruktur tahan gempa

Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, warga yang tinggal di atas garis patahan dikejutkan oleh gempa yang menewaskan banyak orang.

Cegah malapetaka terulang, Cianjur relokasi warga dan siapkan infrastruktur tahan gempa

Warga desa Benjot, Cianjur, Indonesia, duduk di depan bangunan sementara dekat reruntuhan rumahnya yang hancur akibat gempa 5.6 magnitudo pada 21 November 2022. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

CIANJUR, Jawa Barat: Berdiri di atas lereng curam yang menghadap sungai yang mengalir deras, Nanang Sukmana memandangi sisa-sisa desanya yang diluluhlantakkan oleh gempa. Pemandangan tersebut membuat guru berusia 52 tahun itu merasa tidak percaya sekaligus takjub.

Lebih dari 100 keluarga pernah menjadikan desa Cijedil sebagai rumah mereka, tapi semua berubah pada 21 November tahun lalu ketika gempa 5.6 magnitudo menghantam Kabupaten Cianjur. Gempa mengguncang sangat keras sehingga memicu longsor besar, membuat desa yang telah dikenal Nanang seumur hidupnya terkubur di bawah berton-ton tanah dan puing-puing. 

"Dulu ini lokasi rumah saya berdiri. Sekarang, nggak ada yang tersisa," kata dia kepada CNA, sambil menunjuk sebuah lahan kosong, yang hampir tidak terlihat ada bekas rumah dua lantai pernah berdiri di atasnya.

Guru sekolah dasar, Nanang Sukmana menyeberangi jembatan darurat di desa Cijedil, Cianjur dalam perjalanan ke tempat kerjanya. Jembatan sebelumnya hancur akibat gempa 5.6 magnitudo yang mengguncang Cianjur pada 21 November 2022, menutup akses jalan ke desa tersebut. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Apa yang tersisa dari rumahnya hanya sebagian dinding luar, menyembul dari tanah. Cat berwarna biru neon di dinding itu telah pudar dan berlumuran lumpur, namun cukup untuk meyakinkan Sukmana bahwa rumahnya pernah berdiri di situ.

Bagian lain dari rumahnya, termasuk seluruh harta benda yang dimilikinya, terkubur di dalam tanah sama seperti puluhan rumah lainnya di Cijedil.

"Alhamdulillah semua orang di dalam rumah berhasil keluar pada waktunya," kata Nanang sambil melirik ke dalam jurang titik longsor berhenti. Warga lainnya tidak seberuntung itu, kata dia. Empat puluh lima orang meninggal dunia di desanya, termasuk lima orang yang belum ditemukan jasadnya.

Pekerja membersihkan lumpur dan puing-puing yang menutupi jalanan desa Cijedil, Cianjur, tiga bulan setelah gempa 5.6 magnitudo mengguncang pada 21 November 2022. Gempa itu memicu longsor di Cijedil, menewaskan 45 orang. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Cijedil adalah satu dari puluhan desa di Cianjur yang terdampak gempa bumi.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gempa Cianjur menewaskan 603 orang dan merusak lebih dari 53.000 rumah, sekolah, perkantoran dan tempat ibadah. Termasuk di antaranya adalah 12.000 rumah yang rata dengan tanah atau rusak berat sehingga tidak aman lagi untuk ditinggali.

Gempa bumi memang sering terjadi di Indonesia, sebuah negara kepulauan yang berada di wilayah Cincin Api Pasifik. Namun, sangat jarang gempa berkekuatan kurang dari enam magnitudo - yang dianggap pakar sebagai "gempa sedang" - mengakibatkan kerusakan sedemikian dahsyat.

Dua warga di desa Benjot, Cianjur, memeriksa kerusakan akibat gempa 5.6 magnitudo yang menghantam pada 21 November 2022. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Para pakar dan pejabat yang diwawancarai CNA mengatakan, kondisi ini bermuara pada beberapa faktor. Pertama, gempa dangkal yang berpusat tepat di atas desa-desa padat penduduk.

Faktor lainnya: Gempa bumi jarang terjadi di Cianjur, wilayah yang berjarak hanya tiga jam berkendara dari Jakarta, ibu kota Indonesia. Inilah yang membuat warga setempat tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika gempa terjadi, selain itu rumah-rumah mereka juga tidak dirancang untuk menahan gempa kekuatan berapa pun.

Tiga bulan setelah gempa mematikan itu, pejabat setempat masih terus mempelajari bagaimana perencanaan tata ruang dapat berujung pada kematian warganya, sambil mendesain ulang wilayah tersebut agar lebih aman di masa depan.

RUMAH YANG DIKONSTRUKSI DENGAN BURUK

Farrizki Astrawinata menggelengkan kepalanya tidak percaya saat berjalan melintasi gang-gang kecil yang dipenuhi reruntuhan di desa Benjot, Cianjur.

Sebagai arsitek yang ditugaskan oleh lembaga swadaya masyarakat untuk mendesain fasilitas hunian sementara bagi korban gempa Cianjur, Farrizki tahu betul bagaimana seharusnya bentuk rumah yang dikonstruksi dengan baik. Dan rumah-rumah yang dia lihat di desa padat penduduk itu justru sebaliknya.

"Rumah ini tidak disangga satu kolom pun," kata dia kepada CNA ketika melintasi rumah yang telah rata dengan tanah. Farrizki merujuk kepada fitur struktur bangun untuk membuat rumah bisa tegak berdiri. Seharusnya, kata dia, setidaknya mesti ada enam hingga delapan kolom untuk rumah sebesar itu.

Anak-anak bermain layang-layang di atas reruntuhan akibat gempa di desa Rawa Cina, Cianjur, Indonesia. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

"Lihat saja kualitas campuran semen ini," lanjut dia, seraya mengambil bongkahan tembok dinding lalu meremasnya menjadi debu kasar di tangannya. 

Supartoyo, peneliti senior di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia (PVMBG) menyoroti bahwa beberapa desa di Cianjur sangat padat penduduk sehingga rumah-rumah mereka hanya terhubung oleh gang-gang sempit yang berliku.

Hal ini, kata dia, adalah faktor pemicu lain mengapa banyak sekali angka kematian akibat gempa berkekuatan sedang itu. "Gang-gang sempit menyulitkan warga untuk bisa lari dengan cepat ke tempat aman di tengah kekacauan dan kehancuran akibat gempa," kata Supartoyo.

Supartoyo, peneliti senior di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia (PVMBG).(Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

TIDAK SIAP MENGHADAPI GEMPA

Para pakar menyimpulkan bahwa garis patahan yang belum pernah dipetakan sebelumnya adalah penyebab gempa di Cianjur.

Mereka mengatakan, Garis Patahan atau Sesar Cugenang - yang namanya diambil dari kecamatan paling parah terdampak dan diyakini pusat dari gempa November lalu - selama beberapa generasi tidak aktif sehingga membuat banyak orang tidak menyadari keberadaannya.

"Semua orang (di Cianjur) mengaku tidak tahu bahwa wilayah mereka sangat rentan terhadap gempa," kata Irwan Meilano, dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian di Institut Teknologi Bandung kepada CNA.

Irwan Meilano, dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian di Institut Teknologi Bandung. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Bupati Cianjur Herman Suherman juga mengaku gempa bumi telah mengejutkan para pejabat pemerintah dan pembuat kebijakan.

"Selama ini, kami hanya fokus pada mitigasi bencana untuk Gunung Gede (gunung berapi di sebelah utara Cianjur) dan Cianjur Selatan yang rawan tsunami. Tapi Allah punya rencana lain. (Gempa) terjadi di Sesar Cugenang, yang menurut para ahli adalah temuan baru," kata bupati kepada CNA.

Kondisi ini menyebabkan infrastruktur bangunan yang tahan gempa tidak pernah terpikirkan sebelumnya di Cianjur, termasuk oleh para pembuat kebijakan. Itulah sebabnya, gempa tidak hanya merusak rumah-rumah warga tetapi juga menghancurkan jembatan dan kantor-kantor pemerintahan.

Seorang warga melintasi rumah dua lantai yang hancur akibat gempa 5.6 magnitudo yang menghantam Cianjur, Indonesia, pada 21 November 2022. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Ridwan Kamil, gubernur Provinsi Jawa Barat tempat Cianjur berada, mengatakan gempa November lalu telah menyadarkan banyak orang.

"Orang disadarkan lah. Dengan skala bencana yang besar, akhirnya orang mau, bahwa membangun nggak boleh tanpa ilmu. (Struktur bangunan) harus betul-betul anti-gempa," kata dia kepada CNA.

Gubernur mengatakan bahwa pemerintah daerah akan memperketat regulasi pembangunan untuk memastikan setiap bangunan di Cianjur didirikan tahan gempa. Pemerintah daerah juga akan menyalurkan bantuan uang tunai kepada warga yang terdampak dan memberikan insentif untuk membangun rumah dengan desain dan material yang tahan gempa.

Warga yang terdampak gempa 21 November 2022 di Cianjur, antre di bank daerah untuk mendapatkan bantuan tunai bagi pembangunan kembali rumah mereka yang rusak. Salah satu syarat bantuan ini, warga harus membangun kembali rumah mereka agar tahan gempa. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Bupati Cianjur, Suherman mengatakan pemerintah daerah juga sedang merancang sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran akan risiko gempa lainnya.

"Cianjur ini kan rawan gempa, secara menyeluruh kita harus lakukan sosialisasi ke orang tua dan anak-anak. Rencananya di sekolah-sekolah ada pelajaran bagaimana kalau terjadi bencana alam gempa di Kabupaten Cianjur. Sehingga masyarakat Cianjur secara fisik siap kalau terjadi bencana," kata dia.

KAJIAN RENCANA TATA RUANG ANTI-GEMPA

Budi Rahayu Toyib, asisten sekretaris daerah Cianjur mengatakan pemerintah daerah akan melarang rumah-rumah dan bangunan lainnya didirikan dekat dengan Garis Patahan Cugenang.

"Kami sedang merevisi RTRW (rencana tata ruang wilayah) dan menjadikan daerah di sepanjang garis patahan sebagai zona merah, yang artinya tidak boleh ada aktivitas masyarakat di sana. Warga yang sekarang tinggal di sana akan direlokasi," kata pejabat senior Cianjur ini kepada CNA, sambil menambahkan bahwa pemerintah saat ini tengah membangun hunian permanen di wilayah lain kabupaten sebagai bagian dari rencana relokasi.

Warga menghabiskan waktu sore dekat reruntuhan rumah mereka di desa Rawa Cina, Cianjur. Pemerintah berencana merelokasi warga Rawa Cina karena daerah itu diyakini berada di atas garis patahan yang menyebabkan gempa 5.6 magnitudo pada 21 November 2022. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

"Kami akan menarik kembali bantuan yang diberikan jika mereka membangun lagi rumah-rumah di zona merah. Bahkan kami bisa saja kenakan perdata atau bahkan pidana karena melanggar peraturan RTRW tadi."

Pemerintah Cianjur merancang ulang peraturan rencana tata ruang mereka berdasarkan temuan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG meyakini Garis Patahan Cugenang memiliki panjang sekitar 9km, terbentang dari Barat Laut ke Tenggara, melintasi setidaknya sembilan desa. 

Budi mengatakan, hampir 600 rumah akan direlokasi berdasarkan rencana pemukiman yang baru.

Umay, 65, warga desa Rawa Cina, salah satu desa terparah terdampak gempa dan masuk zona merah dalam peraturan rencana tata ruang yang baru, mengatakan warga di desanya terpecah antara akan pindah atau tidak.

Umay, warga desa Rawa Cina di Cianjur, salah satu wilayah terparah terdampak gempa 5.6 magnitudo pada 21 November 2022. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

"Yang setuju (direlokasi) merasa sudah waktunya memulai hidup baru di tempat yang lebih aman. Yang nggak setuju adalah petani. Mereka punya sawah di sini dan lokasi relokasinya jauh," kata Umay kepada CNA.

Pemerintah berjanji warga yang direlokasi tetap akan memiliki lahan mereka di desa yang lama. "Tetapi mereka hanya bisa memanfaatkan lahan itu untuk menanam tanaman keras yang akan membantu menstabilkan tanah, bukan padi atau jagung seperti sekarang," kata asisten sekretaris daerah Cianjur, Budi.

Sebagai warga Cijedil, perasaan Nanang juga campur aduk jika memikirkan relokasi. Di satu sisi, relokasi berarti meninggalkan desa tempat keluarganya tinggal selama puluhan tahun dan harus menempuh perjalanan jauh untuk tiba di sekolah tempatnya mengajar.

Guru sekolah dasar, Nanang Sukmana, duduk di tumpukan kursi dan meja dari sekolahnya yang terdampak gempa Cianjur. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Di sisi lain, dia telah kehilangan semua yang dimilikinya. Saat ini, keluarganya yang terdiri dari empat orang tinggal di tenda penampungan yang terbuat dari bambu dan kain terpal bersama pengungsi lainnya di sebuah lahan kosong, hanya terpaut beberapa meter dari desanya.

Kehidupan sebagai pengungsi sangat berat, kata dia. Udara dingin kadang tak tertahankan saat malam hari, dan dia khawatir tendanya yang rapuh akan bocor saat hujan atau rubuh tertiup angin.

"Karena kita sangat dekat dengan garis patahan, kita sering merasakan gempa-gempa kecil. Jika direlokasi, setidaknya keluarga saya akan berada di tempat yang lebih aman," kata dia. 

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.  

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai trauma seorang bocah yang terkubur 2 hari di reruntuhan gempa Cianjur. 

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/ni(da)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement