Di tengah stigma dan kelangkaan psikolog, aplikasi konseling kesehatan mental di Indonesia kebanjiran pengguna

- Indonesia dengan 270 juta penduduknya hanya memiliki 2.800 psikolog klinis dan 1.200 psikiater yang kebanyakan berada di kota-kota besar di pulau Jawa.Â
- Pada 2018, terdapat 12 juta warga Indonesia di atas usia 15 tahun yang menderita berbagai tingkatan depresi, namun hanya tiga persen di antaranya yang mencari bantuan tenaga profesional.
SURABAYA: Ahli TI Audrey Maximilian Herli sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas ternama di Surabaya pada 2015 ketika ia mendapati wanita teman dekatnya diam-diam bergumul dengan sederet masalah dan trauma pribadi.
Di tengah keputusasaannya mencari bantuan, temannya ini melampiaskan kegundahannya di media sosial. Namun, yang dia dapatkan malah cercaan, dituding hanya mencari perhatian dan dirundung oleh kawan-kawan maupun komentator di dunia maya, membuatnya semakin terperosok jauh ke dalam depresi.
Yang membuat takut Maxi  – panggilan akrabnya – kawannya itu nekat melukai diri sendiri untuk mengatasi luapan emosi yang dia rasakan.
Maxi berpikir panjang dan keras mencari cara untuk membantu kawannya tersebut. Namun kemudian dia menyadari bahwa orang-orang dengan masalah kesehatan mental seringkali menghadapi stigma dan diskriminasi di Indonesia.
Maxi mengatakan, inilah salah satu alasan mengapa kawannya itu tidak pernah mencari bantuan tenaga profesional. Setelah itu barulah kondisinya semakin membaik.
"(Orang dengan masalah kesehatan mental) perlu mendapatkan akses ke tenaga profesional yang mampu mengarahkan masalah yang mereka hadapi menjadi sesuatu yang positif tanpa takut diceramahi, dihakimi, diejek atau dibongkar rahasianya," kata pria 30 tahun ini kepada CNA.
Itu juga yang menjadi salah satu alasan mengapa Maxi pada 2015 ikut mendirikan platform kesehatan mental Riliv, satu dari sembilan platform serupa yang muncul di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Selain Riliv, ada juga platform Bicarakan.id yang dibentuk pada 2019 dan Psikologimu pada 2020.
Ketiga perusahaan di atas telah menyediakan akses kepada tenaga profesional kesehatan mental untuk ratusan ribu masyarakat Indonesia, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil di mana terapis terdekat jaraknya bisa mencapai puluhan kilometer jauhnya.
Ketiga platform di atas menyediakan layanan konsultasi online melalui aplikasi dan situs internet. Kepada CNA, para pendiri platform-platform tersebut mengaku percaya bahwa teknologi tersebut dapat mengatasi rendahnya kesadaran publik akan kesehatan mental dan kelangkaan tenaga profesional kesehatan mental di Indonesia.
Pengalaman pribadi jugalah yang membuat pendiri Bicarakan.id, Andreas Handani, akhirnya mendirikan platform tersebut.
Selama bertahun-tahun, dia berjuang mengatasi rentetan trauma masa kecil, yang mewujud menjadi mimpi buruk dan perasaan getir memandang dunia sekelilingnya.
Dia akhirnya berhasil mengendalikan perasaannya setelah menjalani terapi selama enam bulan pada 2019.
"Secara pribadi saya merasakan manfaat dari mendatangi psikolog dan saya bertekad mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama," kata pria yang akrab disapa Andre, 25, ini kepada CNA.
Namun mencari psikolog bukan perkara mudah di negara kepulauan yang luas ini.
Negara berpenduduk 270 juta orang ini hanya memiliki 2.800 psikolog klinis dan 1.200 psikiater, berdasarkan data dari organisasi profesi masing-masing, dan kebanyakan dari mereka berlokasi di kota-kota besar di pulau paling padat dan maju di Indonesia, Jawa.
Sebagai perbandingan, Amerika Serikat memiliki sekitar 106.000 psikolog dan 56.536 psikiater yang melayani populasi 331 juta orang. Sementara Jepang, dengan populasi 125,7 juta orang, memiliki 13.000 psikolog dan 13.000 psikiater.
Pendiri Psikologimu Nova Ariyanto Jono, seorang konsultan personalia dengan gelar sarjana psikologi, merasakan sendiri betapa sulitnya mencari psikolog yang mumpuni.
"Bahkan saya, lulusan psikologi, kesulitan mencari psikolog. Saya tinggal di Jakarta dan harus bertanya ke sana kemari jika ingin mencari psikolog," kata pria berusia 37 tahun ini kepada CNA.
MENDOBRAK BATAS
Riset kesehatan dasar 2018 oleh Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan ada 12 juta orang di atas usia 15 tahun yang menderita berbagai tingkatan depresi. Ini adalah kali pertama penghitungan tentang kesehatan mental dilakukan di Indonesia.
Studi lima tahunan itu juga menunjukkan, hanya kurang dari tiga persen dari angka tersebut yang mencari bantuan tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater.
Studi nasional serupa juga dilakukan tahun ini, dan hasilnya akan diumumkan pada 2024.
Masalah kesehatan mental yang tidak terdiagnosa dapat mengarah kepada kondisi yang lebih serius. Antara Januari dan Juli tahun ini, kepolisian Indonesia mencatat setidaknya ada 640 kasus bunuh diri, naik 31 persen dibanding periode yang sama pada 2022.Â
Namun para ahli meyakini angka tersebut hanyalah puncak dari gunung es, karena ada lebih banyak lagi kasus bunuh diri yang tidak terdata.
"Banyak orang Indonesia yang tidak familiar dengan dunia psikologi. Banyak yang tertarik, tapi mereka malu, enggan, takut dihakimi (karena pergi ke psikolog)," kata Maxi, CEO Riliv, soal rendahnya angka perawatan kesehatan mental di Indonesia.

Teknologi telah mendobrak batasan-batasan ini, lanjut Maxi, memungkinkan klien untuk berkonsultasi dengan psikolog yang berada di wilayah lain di Indonesia dari rumah mereka yang nyaman dan terlindungi.
Psikolog Siti Jessika, 39, yang telah merawat pasien secara langsung maupun online dalam tiga tahun terakhir, mengatakan kehadiran berbagai platform tersebut telah menguntungkan psikolog dengan memperluas jangkauan klien mereka.
"Saya punya klien dari berbagai tempat seperti Papua, di mana akses ke psikolog hampir tidak ada," kata dia kepada CNA.
"Bahkan saya punya klien orang Indonesia di Vietnam, karena di Vietnam hanya ada psikolog yang berbahasa Vietnam."
Tarif juga menjadi faktor mengapa platform kesehatan mental menjadi populer, terutama di kalangan mahasiswa atau mereka yang baru memulai karier.
Tarif untuk konsultasi langsung dengan psikolog bisa mencapai Rp700.000 untuk sesi satu jam di Indonesia, sementara platform kesehatan mental biasanya mematok tarif Rp100.000 untuk sesi konsultasi berbasis-teks dan Rp300.000 untuk sesi berbasis-video.
Kenyamanan dan keterjangkauan harga yang ditawarkan berbagai platform ini adalah salah satu alasan mengapa para klien yang sebelumnya belum pernah ke psikolog tertarik untuk konsultasi, kata Andre, CEO Bicarakan.id.
"Tidak banyak yang tahu apa yang dapat dilakukan psikolog. Sekali Anda mencobanya, maka Anda akan tahu dan merasakan manfaatnya. Lalu Anda akan menjadi agen perubahan dan berbagi kepada teman dan keluarga tentang manfaat mendatangi psikolog," kata dia.
Namun menurut Jessika sebagai seorang psikolog, konsultasi online memiliki batasan-batasan.
"Idealnya, konsultasi seharusnya dilakukan berdua di ruangan yang nyaman dan privat. Tapi dengan konsultasi online, (psikolog dan klien) tidak berada di tempat yang sama. Walau dilakukan video call, tapi kami hanya bisa melihat dari dada ke atas, tidak dengan gestur, tangan dan kaki. Pengamatannya sangat terbatas," kata dia.
"Menurut saya (konsultasi online) menjadi seperti pertolongan pertama dalam psikologi. Kita harus segera menangani orang-orang dengan keresahan atau pemikiran bunuh diri... Itulah kelebihan konsultasi online."
PENINGKATAN SAAT PANDEMI
Pandemi COVID-19 yang disusul dengan pembatasan aktivitas dan karantina wilayah (lockdown) telah meningkatkan permintaan akan layanan kesehatan mental, terutama pelayanan yang dapat diakses dengan mudah dari rumah.
"Pandemi benar-benar membuat orang stres. Biasanya mereka bisa beraktivitas kemana-mana, tapi tiba-tiba mereka kehilangan sistem dukungan sosial dan berjuang menghadapi perubahan gaya hidup yang mendadak," kata CEO Psikologimu, Jono.

Psikologimu diluncurkan pada Maret 2020, hanya selang beberapa pekan sebelum Indonesia mencatatkan kasus COVID-19 pertama.
Dalam hitungan hari sejak pandemi menghantam, ratusan orang mulai mengunduh aplikasi Psikologimu walau tanpa adanya kampanye pemasaran.
"Karena kami menamainya 'Psikologimu' aplikasi kami muncul di paling atas ketika orang mencari dengan kata kunci 'psikologi'," kata Jono.
Sekarang platform tersebut memiliki lebih dari 100.000 pengguna aktif.
Bicarakan.id juga memiliki kisah yang sama. Berawal dari perusahaan dengan klien beberapa ribu orang sebelum pandemi, kini menjadi platform yang melayani lebih dari 150.000 pengguna.
"Orang-orang saat ini menjadi lebih sadar akan kesehatan mental dibanding sebelum pandemi," ujar Andre, CEO platform tersebut.
Pertumbuhan Riliv bahkan lebih drastis lagi. Pada 2019, jumlah orang yang mengunduh aplikasi ini ada di sekitar angka 100.000, tapi saat ini perusahaan itu dalam perjalanan menyambut pengguna mereka yang ke satu juta.
Maxi mengatakan selama pandemi, beberapa perusahaan juga mulai tertarik bermitra dengan platform kesehatan mental seperti Riliv untuk menyediakan konseling, lokakarya, dan webinar guna meningkatkan kesadaran akan kesehatan mental di antara para pegawai mereka.
MASIH BANYAK RUANG UNTUK TUMBUH
Meski kesadaran pada kesehatan mental telah meningkat sejak masa pandemi, ketiga CEO platform tersebut mengaku pengguna mereka masih didominasi orang-orang berusia di bawah 35 tahun yang tinggal di kota-kota besar Indonesia.
"Orang di kelompok usia ini sudah akrab dengan teknologi dan mereka memiliki pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya kesehatan mental," kata Maxi, menambahkan bahwa paparan terhadap bacaan-bacaan terkait kesehatan mental dan juga tingkat stres di kota-kota besar lebih tinggi dibanding kota kecil.
Belum ada data yang membandingkan tingkat kesehatan mental di perkotaan dan perdesaan. Namun di perdesaan atau kota kecil lazim ditemui kasus orang-orang dengan gangguan jiwa dikurung oleh keluarganya yang jumlahnya bisa mencapai 3,000-6,000 setiap tahunnya.
Kesadaran publik yang rendah terhadap kesehatan mental juga menjadi salah satu alasan mengapa hanya sedikit orang yang memilih untuk menjadi psikolog atau psikiater, kata Jono.
"Rata-rata, psikolog di Indonesia hanya memiliki satu atau dua klien per hari, terkadang kurang dari itu. Tingkat okupansi mereka jauh di bawah sejawat mereka di negara lain di mana kesadaran kesehatan mentalnya tinggi," imbuh dia.
Jono meyakini jika kesadaran kesehatan mental meningkat, maka permintaan akan psikolog dan psikiater juga akan melonjak.Â
Ketiga CEO mengatakan hanya psikolog berlisensi yang boleh bergabung dengan platform mereka. Platform-platform tersebut juga bekerja sama erat dengan Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang meregulasi profesi tersebut.
CEO Riliv, Maxi meyakini kesadaran akan kesehatan mental akan terus meningkat di Indonesia, terutama ketika orang-orang di kelompok usia saat ini menua dan menggantikan generasi sebelumnya yang kebanyakan tidak menyadari faedah dari layanan kesehatan mental.
Sementara Riliv fokus pada pasar yang belum terjamah untuk mengembangkan bisnisnya, Bicarakan.id konsentrasi dalam meningkatkan kualitas untuk memastikan pengguna mendapatkan hasil maksimal dari layanan yang disediakan.
Menyadari bahwa tidak semua kasus bisa ditangani secara online, Bicarakan.id juga menyediakan konsultasi langsung di dua lokasi di Jakarta.
"Anda tidak bisa mengubah pola pikir seseorang, kecuali Anda memberikan pelayanan yang baik sehingga mereka akan menceritakannya kepada kawannya. Inilah yang saya lakukan sekarang," kata Andre.

Jono dari Psikologimu memiliki pendekatan yang berbeda. Dia meyakini bahwa kunci dari meningkatkan kesehatan mental di Indonesia adalah dengan menyediakan bantuan bagi mereka yang membutuhkan, di manapun mereka berada.
"Kami satu-satunya platform kesehatan mental yang menyediakan konsultasi 24/7," kata dia, seraya menambahkan bahwa perusahaannya juga terus memantau kliennya selepas sesi terapi.
"Konsultasi hanya berlangsung selama 60 menit. Tapi apapun bisa terjadi antara menit ke-61 hingga sesi berikutnya. Kami ingin memberikan nilai tambah kepada pengguna. Kami ingin membantu mereka melewati proses menuju perbaikan."Â
Menurut Maxi dari Riliv, diperlukan lebih banyak edukasi sebelum mencari bantuan tenaga profesional untuk mengatasi masalah kesehatan mental menjadi sesuatu yang umum.
"Di negara-negara lain, mendatangi psikolog bukanlah sesuatu yang istimewa. Kami berharap suatu hari nanti Indonesia bisa menjadi seperti negara-negara itu," kata dia.
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris.