Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu

Advertisement

Advertisement

Indonesia

Membasmi dengan merangkul, ketika polisi Jakarta gelar turnamen balap untuk hapuskan balapan liar

Koresponden CNA Nivell Rayda menyelami dunia balap motor liar di jalanan Jakarta dan mengulas bagaimana aparat mencoba mengatasi masalah ini.

Membasmi dengan merangkul, ketika polisi Jakarta gelar turnamen balap untuk hapuskan balapan liar

Dua pembalap berlomba dalam turnamen yang diadakan pada Januari 2023. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

JAKARTA: Suasana sirkuit balap riuh dengan sorak-sorai penonton dan suara deru mesin yang memekakkan telinga ketika para pembalap penunggang skuter yang dimodifikasi total adu kencang di trek.

Sepanjang pagi hujan gerimis, membuat trek aspal itu menjadi licin. Tapi kondisi tersebut sama sekali tidak menciutkan nyali Aden Lintar, 33 tahun, yang ngebut melewati garis finis meninggalkan para pesaingnya di belakang.

Aden adalah pembalap berpengalaman dan sudah akrab dengan trek 500m di jalanan kota Jakarta, tempat pertandingan digelar Januari lalu. Sebelumnya dia memang sudah beberapa kali balapan di trek tersebut.

Hanya saja balapan kali ini berbeda, Aden mengenakan baju balap yang lebih layak, dihiasi logo-logo perusahaan yang mensponsorinya, bukan lagi celana jin belel dan jaket hoodie. Dan tidak seperti balapan sebelumnya, dia tidak perlu khawatir ditangkap polisi.

Sampai beberapa tahun lalu, Aden kerap balapan liar di jalanan Jakarta dan wilayah sekitarnya. Sejak kelas tujuh SMP, dia hampir setiap akhir pekan balapan untuk mendapat uang, yang sering kali berlangsung di tengah malam demi menghindari aparat.

Aden bahkan tidak bisa menghitung lagi sudah berapa kali ditangkap polisi. "Kita tahu kalau kita ngelanggar hukum. Kita tahu kalau kita itu (balapan) liaran," kata dia kepada CNA.

"Balapan liar ada karena nggak ada fasilitas," kata Aden, sambil menambahkan bahwa ketika itu hampir tidak ada tempat atau turnamen bagi pecinta olahraga balap seperti dirinya untuk bisa bertanding dengan aman.

Pembalap motor Aden Lintar yang pernah mengikuti balapan liar di jalanan Jakarta saat ini fokus mengikuti turnamen resmi. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Untuk mengatasi balapan motor liar di jalanan, Polda Metro Jaya sejak tahun lalu telah menyelenggarakan turnamen balap resmi. Ajang pada Januari lalu adalah yang kelima diadakan oleh Polda Metro Jaya, diikuti lebih dari 1.000 peserta yang mayoritasnya adalah bekas pembalap jalanan seperti Aden. 

Beberapa pemerintah daerah juga mulai meniru langkah Polda Metro Jaya dengan mengadakan turnamen serupa, dengan tujuan mengatasi masalah balapan liar di kota-kota mereka.

"Saya milih balapan di balapan resmi karena lebih aman. Kita nggak perlu takut ditangkap atau nabrak mobil atau pejalan kaki yang lagi nyebrang," kata Aden.

BALAPAN YANG PENUH RISIKO

Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman kepada CNA mengatakan setidaknya ada 39 lokasi tempat balapan liar biasa digelar, dan telah menjadi fokus patroli rutin polisi. Frekuensi balapan liar tersebut, kata dia, menurun sejak turnamen resmi mulai sering diadakan.

"Para pembalap (liar) ini membahayakan nyawa mereka sendiri, pengendara motor lainnya dan pejalan kaki," kata komisaris polisi senior itu, menambahkan bahwa karena diadakan secara rahasia, sulit mengetahui jumlah pasti berapa kematian atau kecelakaan yang terjadi dalam balapan liar.

Mantan pembalap jalanan Okky Ananda kepada CNA mengatakan karena tidak ada peraturan apapun, balapan liar lebih berisiko dibanding ajang resmi. "Tiga orang dari mereka sudah meninggal," kata Okky sambil menunjukkan foto dirinya dan empat kawannya yang ikut balap liar.

Okky mengatakan, peserta dalam balapan liar jarang mengenakan perangkat keselamatan. Bahkan beberapa dari mereka malas memakai helm. Risiko lainnya adalah menabrak kendaraan lain di jalan atau pejalan kaki.

Terkadang pembalap juga berlaku curang dengan sengaja menendang atau menabrakkan motor mereka agar lawan hilang keseimbangan dan jatuh. "Di balapan resmi mah gak mungkin ada lah yang kayak beginian," kata dia.

Pria 23 tahun ini sudah balapan sejak kelas 4 SD dan pernah mengalami lima kali kecelakaan parah. "Bagian kiri (saya) bisa disebut kayak Robocop. Udah besi semua ini. Udah pin semua," kata Okky.

Bekas pembalap liar, Okky Ananda berpose di depan bengkel motor yang didirikannya setelah kecelakaan mengakhiri kariernya pada 2021. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Kecelakaan terakhir dialaminya pada akhir 2021, ketika motornya hilang kendali dan tergelincir di aspal lalu menghantam tembok beton. Dia menderita beberapa patah tulang dan harus dirawat selama berminggu-minggu di rumah sakit.

Okky, yang kini berjalan pincang, tidak pernah balapan lagi usai insiden tersebut. Semenjak itu, dia membuka bengkel motornya sendiri dan saat ini mengelola sebuah tim untuk bertanding di balapan resmi.

MASALAH BELUM SELESAI 

Selain menyelenggarakan turnamen balapan resmi, polisi juga meningkatkan patroli di jalan-jalan utama di seluruh Jakarta. Mereka mengawasi dengan ketat kelompok bermotor sekaligus mendorong masyarakat untuk melapor jika mendengar adanya rencana balapan liar. Tapi berbagai langkah ini tidak lantas menyelesaikan masalah.

Mantan pembalap jalanan seperti Ade Andrian mengatakan memang kelihatannya jumlah balapan liar berkurang saat ini. "Nggak kayak dulu. Setiap malam Minggu, itu (dulu) satu jalanan bisa penuh anak motor sampai puluhan. Pada mau balapan semua," kata dia kepada CNA.  

Tapi Andrian mengakui, masih ada balapan liar di jalanan, walau memang pesertanya terbatas agar tidak terendus polisi. "Tapi balap liaran yang diikutin sama banyak pembalap gitu udah jarang sekarang," kata pria 23 tahun ini.

Mantan pembalap liar, Ade Andrian. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Okky sebagai mantan pembalap jalanan juga mengatakan balapan liar masih ada, terutama balapan satu-lawan-satu antara dua rival tim balap. 

"Media sosial memperparah masalah. Bahkan setelah saya ikut balap resmi, masih ada tuh orang-orang yang ngirim komen atau DM mengatakan 'motor lu keren juga, tapi pasti nggak bisa ngalahin motor gue' dan nantangin saya balap liaran," kata dia, merujuk pada direct message atau pesan langsung di akun media sosial.

"Saya abaikan saja lah yang kayak gitu. Zaman-zaman balapan liar saya mah sudah saya tinggalin."

Okky mengatakan balapan liar masih memiliki daya tarik tersendiri, karena memberikan sensasi adrenalin bagi pembalap pemula. Bagi pembalap berpengalaman, balapan semacam itu jadi kesempatan untuk mendapatkan banyak uang dari taruhan.

"Kalau bicara soal uang, balapan liar lebih menguntungkan. Dari semua balapan (resmi) yang kita ikutin, hadiahnya paling nggak pernah lebih dari 5 juta (rupiah). Waktu saya balapan liar, saya bisa bawa pulang 40 sampai 60 juta sekali menang," kata Okky.

Pembalap motor melaju di trek pada turnamen balap di Jakarta. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Namun berpartisipasi dalam balapan resmi juga punya keuntungan tersendiri, yaitu memberikan ekspos bagi bengkelnya yang baru saja dibuka. "Saya punya langganan paling jauh dari Jawa Tengah. Itu semua gara-gara kami menang di balapan (resmi)," kata Okky.

Sementara itu, Andrian, yang telah balapan sejak kelas tujuh SMP, mengatakan balapan resmi telah memberikannya penghasilan tetap. Dia kini bertanding untuk tim balap yang memberikan bayaran setiap kali ikut turnamen, ditambah bonus jika menang.

"Di balapan liar, kita bisa menang banyak, tapi bisa juga kalah banyak. Itu bukan cara yang baik untuk nyari uang kalau suatu hari saya pengin ngidupin keluarga," kata dia.

KURANGNYA FASILITAS

Aden mengatakan tidak semua orang memimpikan tanda tangan kontrak dengan tim balap dan menjadi pembalap profesional.

"Ada penggemar olahraga balap yang cuma pengin tahu motor mereka bisa sekenceng apa sih. Beberapa juga cuma pengin nyari adrenalin lah. Itulah kenapa masih ada yang lebih suka liaran daripada yang resmi. Kita juga perlu memfasilitasi mereka," kata Aden.

Saat ini, wilayah Jakarta dan sekitarnya hanya memiliki satu sirkuit balap di Sentul, hampir 50km sebelah selatan dari pusat kota. Sirkuit Internasional Sentul dibuka untuk publik seminggu dua kali.

"Tempatnya terlalu jauh bagi sebagian orang. Nggak perlu sebesar itu (Sentul), tapi kalo semua kota ada (sirkuit balap), saya yakin nggak akan ada lagi yang namanya balapan liar," kata Aden.

Dua pembalap motor menunggu aba-aba lampu hijau pada turnamen balap di Jakarta. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Sementara itu, mantan pembalap jalanan Okky mengatakan penyelenggara seharusnya membuat turnamen yang lebih menguntungkan namun terjangkau bagi mereka yang ingin berpartisipasi. "Saat ini, biaya pendaftarannya terlalu berat buat kebanyakan orang dan hadiahnya juga nggak terlalu besar," kata Okky.

Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran telah mencatat kekhawatiran ini, dan mengatakan saat ini dia sedang mencari solusinya.

Dalam pidato pembukaannya pada turnamen balap Januari lalu, Fadil berjanji akan lebih sering mengadakan balapan serupa. Jenderal bintang dua itu mengatakan bahwa dia juga sedang membahas dengan institusi dan organisasi pemerintah lainnya soal rencana membangun sirkuit balap sendiri di Jakarta yang bisa diakses oleh semua pegiat otomotif.

"Mimpi saya pada 2023, akan ada fasilitas khusus, sirkuit balap di ibu kota kita...sehingga seiring waktu balapan liar bisa dihilangkan," kata Kapolda Metro Jaya.

"Semoga, (balapan serupa) bisa juga diadakan di setiap kabupaten dan kota (seluruh Indonesia) dan menjadi program rutin."

Seorang pembalap motor di sebuah turnamen yang diadakan pada landasan pacu di pinggiran kota Jakarta. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.   

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai usaha di Cianjur, Jawa Barat, cegah malapetaka berulang akibat gempa.  

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement