Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu

Advertisement

Advertisement

Indonesia

Berkat teknologi AI dan genetik, stroberi Jepang mampu tumbuh sehat di Singapura

Stroberi Singrow yang tahan cuaca panas adalah uji coba pertama bagi teknologi agri-genomik dan pertanian yang presisi di masa depan.

Berkat teknologi AI dan genetik, stroberi Jepang mampu tumbuh sehat di Singapura
CEO dan pendiri Singrow Bao Shengjie memantau pertumbuhan stroberi di pertanian dalam ruangan mereka di Singapura. (Foto: CNA/Hanidah Amin)

SINGAPURA: Stroberi yang berair, dipetik langsung dari pohonnya lalu masuk ke mulut - sebuah pengalaman yang tak terbayangkan bisa dialami di Singapura yang terik.

Stroberi yang tumbuh di pertanian dalam ruangan milik Singrow di Science Park, Singapura, berasal dari varietas Jepang, namun berhasil dikembangkan sehingga mampu tumbuh di cuaca yang lebih panas.

Buah yang lezat ini adalah hasil dari riset selama bertahun-tahun oleh CEO dan salah satu pendiri Singrow, Bao Shengjie, beserta timnya. Mereka mencari tahu gen-gen penting yang dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman.

Bao yang bergelar doktor biologi molekuler dari Universitas Nasional Singapura (NUS), meyakini bahwa mereka berhasil mengembangkan stroberi pertama dunia yang tahan terhadap cuaca panas. 

Stroberi jenis itu biasanya tumbuh di suhu yang lebih rendah, antara 5 sampai 15 derajat Celcius. Namun, Dr Bao mengatakan, Singrow mampu menghasilkan stroberi yang bisa tumbuh di suhu antara 20 hingga 28 derajat Celcius.

"Kami berhasil menyilangkan dan mengembangkan stroberi tropis pertama yang mampu beradaptasi dengan kondisi iklim yang panas."

"Jadi sekarang, di dalam pertanian ini, bisa dikatakan bahwa kami menumbuhkan stroberi di suhu ruangan," kata ilmuwan berkacamata itu.

Temperatur pada pertanian dalam ruangan memang bisa diatur, namun dengan suhu tinggi maka biaya listrik bisa dihemat. Stroberi ini juga bisa tahan terhadap cuaca yang memanas karena perubahan iklim. 

Stroberi di Singrow, pertanian dalam ruangan di Singapura. (Foto: CNA/Hanidah Amin)
Stroberi di Singrow, pertanian dalam ruangan di Singapura. (Foto: CNA/Hanidah Amin)

Stroberi-stroberi itu juga tumbuh lebih cepat, dari pembibitan hingga panen hanya dua bulan, atau sekitar 30 persen lebih cepat dibanding biasanya, kata Dr Bao.

Kondisi ini diperoleh berkat kombinasi antara teknologi agri-genomic, yang mampu meningkatkan proses penyilangan tanaman, dengan teknik pertanian presisi, untuk memantau kondisi tanaman dengan lebih baik agar tumbuh lebih optimal.

"DETAK JANTUNG DAN TEKANAN DARAH" TANAMAN

Dr Bao menjelaskan bahwa Singrow dapat dengan cepat mengembangkan varietas tanaman baru karena mereka tahu betul fungsi gen tertentu dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, pembungaan dan hasil dari tanaman.

Singrow juga menggunakan teknologi genetik mereka untuk mempermudah penyerbukan, proses yang sangat penting bagi terbentuknya buah stroberi yang besar dan bagus bentuknya. Buah agregat seperti stroberi harus melalui beberapa kali penyerbukan. Penyerbukan yang tidak merata akan menghasilkan buah yang kecil dan berbentuk aneh.

"Kami tahu pada beberapa jenis tanaman, mereka mampu melakukan penyerbukan sendiri. Jadi kami menggunakan perlakuan yang sama untuk mengembangkan varietas stroberi ini, (agar memiliki) efisiensi penyerbukan sendiri yang lebih tinggi," kata Dr Bao.

"Jadi caranya, kami hanya memberikan sedikit bantuan getaran dan tiupan angin, dan tanaman dapat menyerbuki diri mereka sendiri."

Stroberi ditanam di lokasi pembibitan Singrow sebelum dipindahkan ke pertanian. (Foto: CNA/Hanidah Amin)

Tanaman yang dikembangkan melalui penyilangan molekuler ini lalu dimonitor dengan teknologi yang mampu menangkap adanya penyimpangan pada kondisi dan lingkungan tumbuh mereka.

Dr Bao menyebut teknologi ini sebagai "e-nose", pendeteksi senyawa organik volatil yang menguap dari tanaman stroberi, seperti halnya hidung manusia mencium bau di udara.

Teknologi semacam itu memang telah digunakan di bidang lain, namun menurut Dr Bao pengaplikasiannya di pertanian masih jarang. Dengan teknik analisa data dan pembelajaran mesin, sejumlah besar data terkumpul diterjemahkan ke dalam grafik yang menggambarkan kesehatan tumbuhan.

"Kami merekam detak jantung dan tekanan darah dari tanaman agar dapat memantau perilaku tanaman dengan lebih baik, serta merancang cara yang lebih baik dan tepat dalam menumbuhkan tanaman."

Direktur teknologi Singrow, Young Chang, menunjukkan kepada CNA cara kerja PlantEye, sebuah mesin di Agritech Centre NUS yang mampu memindai ukuran daun, warna, panjang batang, dan biomassa tanaman. Mesin ini adalah bagian dari fasilitas bersama untuk usaha pertanian perkotaan yang disediakan Agritech Centre, sebuah pusat teknologi pertanian yang diinisiasi NUS Enterprise. Singrow adalah salah satu perusahaan perintis yang didukung oleh NUS Enterprise.

Chang mengatakan, seorang petani berpengalaman butuh waktu sekitar seminggu untuk mendeteksi adanya anomali dalam pertumbuhan tanaman - misalnya dengan mengamati ukuran daun baru yang lebih kecil dari biasanya.

Namun dengan kombinasi teknologi yang digunakan Singrow, mereka mampu mengumpulkan "informasi waktu-nyata" dalam pertumbuhan tanaman. Chang kemudian "melatih" program AI untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan.

"Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi anomali, yang secara otomatis akan memberikan peringatan dan membuat kami waspada."

Dengan cara ini, petani dapat membuat ratusan pengaturan untuk pertanian mereka - di antaranya mengatur campuran nutrisi, kelembaban dan temperatur, hingga tingkat karbondioksida, lamanya waktu tanaman terpapar cahaya dan menentukan panjang gelombang cahaya yang diperlukan. 

STROBERI MENJADI UJI COBA PERTAMA

Buah stroberi sangat dekat di hati Dr Bao, karena dia menyukainya. Ketika pindah ke Singapura, dia menyadari tidak akan bisa mendapatkan stroberi yang bagus, lalu mulai melakukan riset untuk membudidayakannya.

"Ketika saya memperkenalkan stroberi pertama yang dipanen dari lab kepada keluarga, anak saya yang berusia 10 bulan menghabiskan satu kotak sendirian. Jadi saya merasa telah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat," kata dia kepada CNA.

Sekotak stroberi dari Singrow dijual antara S$20 (Rp222 ribu) hingga S$26 (Rp289 ribu) dengan ukuran 330g. (Foto: CNA/Hanidah Amin)

Tanaman stroberi menjadi objek uji coba pertama untuk teknologi ini. Selain memasok produksinya secara daring dan ke beberapa hotel di Singapura, Singrow juga akan meningkatkan produksi dengan menyediakan tanaman dan teknologi mereka kepada pertanian yang lebih besar di kawasan.

Sebagai bagian dari rencana ekspansi global, Singrow pada Senin (10 Apr) menandatangani kesepakatan dengan dua pertanian, yaitu TreeGrow dari Malaysia dan PREINO dari Thailand. Singrow juga berencana membuka cabang di China.

Singrow akan menyediakan varietas tanaman mereka kepada pertanian luar ruangan, dimulai dari stroberi. Perusahaan rintisan ini juga bekerja sama dengan pertanian-pertanian tersebut untuk meningkatkan teknik bertani untuk tanaman yang sudah ada. Harapannya, teknologi Singrow akan mampu mengurangi penggunaan pupuk hingga 30 persen dan pestisida hingga 70 persen.

Pertanian Singrow di Science Park yang secara resmi dibuka pada Senin lalu juga akan menjadi pusat pengembangan dan riset perusahaan.

Selain stroberi, mereka juga tengah mengembangkan 30 varietas tanaman lainnya, termasuk padi, kelapa sawit, safron, tomat ceri, dan beberapa jenis sayur-sayuran hijau.

"Alasan kami memilih tanaman-tanaman ini adalah karena pertama, kami melihat adanya masalah pada pasar akibat kurangnya produksi saat ini. Dan kedua, teknologi kami sangat mudah diadaptasi untuk mengatasi masalah-masalah pada tanaman-tanaman tersebut."

Sebagai contoh, 95 persen safron diperoleh hanya dari satu negara, yaitu Iran, yang menggunakan cara-cara bertani konvensional sehingga pasokan dan kualitasnya tidak stabil, kata Dr Bao.

"Kami mampu menumbuhkan safron dalam lingkungan yang terkendali," kata dia. Dengan teknologi ini, mereka mampu memanen safron dalam empat bulan atau setengah dari waktu biasanya.

Contoh lainnya adalah jenis beras berbutir pendek dari utara Jepang dan China yang membutuhkan banyak air untuk menanamnya dan memiliki musim tanam yang singkat. Saat ini Singrow tengah mengembangkan varietas padi yang tahan-kekeringan dan juga metode pertanian presisi yang lebih baik untuk mengatasi masalah di industri pertanian padi ini.

Dr Bao mengatakan, dalam proyek yang sedang berlangsung berkolaborasi dengan petani di China, data awal menunjukkan bahwa para petani mampu memangkas penggunaan pupuk dan pestisida hingga 30 persen tanpa mengurangi hasil pertanian.

Jadi, kapan stroberi Singrow mulai bisa dinikmati semua orang? Menurut Dr Bao, saat ini perusahaannya tengah mengembangkan produksi melalui model bisnis waralaba.

"Kami berharap memiliki volume produksi yang cukup besar untuk dapat memasok ke berbagai supermarket dan menjadikan stroberi kami lebih terjangkau harganya bagi seluruh warga Singapura."

Jika pertanian di Malaysia dan Thailand telah mencapai produksi penuh, maka volumenya akan 100 kali lipat lebih banyak dibanding produksi Singrow saat ini yang mencapai 500kg per bulan.

Satu kotak stroberi harganya saat ini antara S$20 (Rp222 ribu) hingga S$26 (Rp289 ribu) , tapi Singrow menargetkan untuk menguranginya menjadi S$12 (Rp133 ribu) hingga S$15 (Rp166 ribu). 

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris. 

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini tentang mantan tentara Singapura yang selamat dari kanker dan sukses membuka usaha bakeri.

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement