Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu
Advertisement
Advertisement

Indonesia

Rahasia ART Indonesia dan Filipina tetap sehat dan bahagia bekerja di Singapura

ART asing dapat mengalami kenaikan berat badan, gangguan tidur, sakit kepala, kecemasan hingga depresi ketika bekerja di Singapura. Kepada CNA, empat ART dari Indonesia dan Filipina menceritakan bagaimana cara mereka menjaga kesehatan fisik dan mental.

Rahasia ART Indonesia dan Filipina tetap sehat dan bahagia bekerja di Singapura
(Dari kiri) Charminia Lopez, Ernawati Gabriel, Sriweni dan Karen Ann Lago adalah para asisten rumah tangga yang bergabung dengan komunitas sosial untuk berolahraga bersama demi menjaga kesehatan mereka. (Foto: CNA/Izza Haziqah)

SINGAPURA: Ketika Karen Ann Lago datang ke Singapura pada 2005 untuk menjadi asisten rumah tangga (ART), dia berharap mendapat penghasilan yang cukup agar keluarganya di Filipina bisa hidup dengan lebih baik.

Karen yang berusia 23 tahun kala itu, tidak mengira bahwa dalam kurun waktu dua tahun bekerja di Singapura kondisi kesehatannya menurun. Berat badannya naik, dia juga mudah lelah dan sering sakit kepala.

Apa yang dialami Karen jamak terjadi. Kondisi kesehatan fisik dan mental ART asing di Singapura bisa naik-turun karena perubahan yang mendadak pada lingkungan tinggal dan kerja mereka, ujar dr. Stephen Tong, CEO Bethesda Medical, sebuah pusat pemeriksaan medis yang bermitra dengan kementerian kesehatan dan tenaga kerja Singapura untuk memberi layanan kesehatan bagi pekerja migran di negara itu.

Tong, yang berpengalaman 15 tahun memeriksa kesehatan para ART dan pekerja konstruksi asing, mengatakan: "Asisten rumah tangga, terutama di tahun-tahun pertama tinggal di negara ini, cenderung mengalami berbagai masalah kesehatan."

Asisten rumah tangga yang baru datang ke Singapura akan mengalami gegar budaya dalam hal makanan sehingga menyebabkan hilangnya nafsu makan. (Foto: FAST)

"Karena mendapati jenis makanan baru yang berbeda dibanding di kampung halaman, mereka akan mengalami masalah nafsu makan, seperti nafsu makan hilang atau berlebih, menyebabkan malanutrisi atau obesitas.

"Mereka juga akan mengalami penurunan aktivitas fisik, lantaran tidak lagi berjalan atau bepergian sesering di negara asal," imbuh Tong.

Situasi semakin berat bagi ART yang datang ke Singapura di usia lebih tua, katakanlah, 30 dan 40-an. "Pada usia itu mereka mungkin sudah memiliki penyakit berat seperti diabetes, tekanan darah tinggi atau tiroid."

MEMANFAATKAN HARI LIBUR UNTUK BEROLAHRAGA

Sudah 17 tahun sejak Karen pertama kali datang ke Singapura, bekerja untuk sebuah keluarga beranggotakan empat orang dengan dua anak kecil. Namun kini banyak perubahan dari dirinya. Karen yang kini berusia 40 tahun mengaku "selalu merasa sehat".

Karen melakukan latihan ABT secara rutin untuk memperkuat otot-otot inti, membuat pekerjaan rumah sehari-hari menjadi lebih mudah. (Foto: CNA/Izza Haziqah)

Setiap hari Minggu selama delapan setengah tahun terakhir, Karen yang tinggal di rumah majikannya di daerah Outram mengunjungi Asosiasi ART Asing untuk Pelatihan dan Bantuan Sosial (FAST) di Still Road.

Fasilitas khusus perempuan tersebut menyediakan berbagai kursus, program sosial dan kelas kebugaran untuk para ART asing di Singapura.

Karen mengikuti kelas-kelas kebugaran bersama teman-temannya sesama ART di tempat itu. Sejak mengikuti kelas tersebut, berat badannya turun 10kg dan dia merasa lebih kuat.

"Berada di tempat ini, berolahraga bersama teman-teman, membuat saya merasa nyaman dengan diri dan tubuh saya sendiri," kata Karen. "Saya jadi tidak mudah lelah, saya merasa senang dan berenergi."

Karen merasa senang karena dapat berolahraga sambil bersenda gurau dengan teman-temannya. (Foto: FAST)

Dengan membayar iuran keanggotaan sebesar S$36 (Rp400.000) per tahun, Karen dan teman-temannya bisa mengikuti berbagai program. Di antara kelas kebugaran yang bisa diikuti adalah kickboxing, K-pop dance, pilates, dan ABT untuk memperkuat dan membentuk otot perut, bokong dan paha.

Satu sesi berlangsung antara satu hingga dua jam. Karen mengatakan, biasanya dia mengikuti satu atau dua sesi setiap hari Minggu, pernah paling banyak empat sesi per hari.

Saya bisa mengangkat barang-barang yang berat untuk majikan saya, tidur saya lebih baik dan saya tidak merasa lelah saat bangun tidur dan bekerja. Umur saya 43, tapi serasa 23."
Bergabung bersamanya adalah dua ART lainnya, Sriweni, 53, dan Chaminia Lopez, 43. Mereka bertiga bertemu saat mengikuti kelas kebugaran di FAST dan bersahabat semenjak itu.

"Berolahraga dan menjaga kesehatan sangat penting bagi ART, berapapun usia kita," kata Sriweni. "Kalau tidak, siapa yang akan bersih-bersih? Siapa yang akan memasak? Siapa yang melakukan tugas rumah? Semua pekerjaan itu perlu tenaga, itu alasan saya berolahraga."

"Saya jadi anggota dan bergabung dengan program di sini baru dua tahun," kata Chaminia. "Tapi sudah banyak perubahan dalam hidup saya. Saya bisa mengangkat barang-barang yang berat untuk majikan saya, tidur saya lebih baik dan saya tidak merasa lelah saat bangun tidur dan bekerja. Umur saya 43, tapi serasa 23."

Kelas kebugaran di FAST meliputi kickboxing, K-pop dance, dan latihan otot-otot inti. (Foto: CNA/Izza Haziqah)

MASALAH KESEHATAN MENTAL MENGINTAI PARA ART

Selain kesehatan fisik, dr. Tong mengamati bahwa kesehatan mental juga jadi masalah besar yang mengintai para ART asing.

Menurut perhitungannya, sekitar satu dari lima ART yang berobat ke Bethesda Medical menunjukkan gejala stres dan kecemasan dengan tingkatan yang berbeda-beda. Kondisi ini muncul akibat rindu kampung halaman atau kekhawatiran akan masalah keuangan.

Dr. Tong menekankan, jumlah ini hanya mencakup ART yang mau berbicara terbuka mengenai masalah mereka. Dia mensinyalir, jumlah sebenarnya ART yang punya masalah kesehatan mental bisa lebih banyak lagi.

"Kebanyakan dari mereka yang tinggal di Singapura baru pertama kali ke luar negeri. Lalu mereka harus tinggal di rumah orang lain yang tidak seperti rumah sendiri, sebagian dari mereka tidak punya teman atau lingkaran sosial untuk bercengkerama.

"Karena para ART terisolasi secara sosial, homesick, dan kurang berinteraksi dengan orang-orang senasib dari latar belakang dan budaya yang sama, maka itu akan memicu stres dan memengaruhi kesehatan mereka," kata Tong.

Tanpa teman dengan latar belakang yang sama untuk melakukan kegiatan sederhana, seperti karaoke atau hobi lainnya, ART asing di Singapura lebih rentan mengalami masalah kesehatan mental. (Foto: FAST)

Dokter keluarga ini juga mengatakan, "Pemicu stres ini, terutama jika tidak diatasi, dapat berkembang menjadi masalah seperti gangguan tidur, kecemasan dan depresi, sakit kepala berkepanjangan, dan penurunan atau kenaikan berat badan yang tidak biasa."

Tong menuturkan, hubungan kerja antara ART dengan majikan juga memainkan peranan besar dalam kondisi kesehatan mereka. "Tergantung bagaimana hubungan dengan majikan, beberapa dari mereka bahkan enggan menunjukkan masalah kesehatan ini karena takut mengecewakan majikan."

"Jika majikan kurang berempati atau kurang memahami kebutuhan dan permintaan ART selama tinggal di Singapura - entah itu soal keagamaan, sosial, atau yang lainnya -, hal itu akan sangat mengganggu kesehatan mental mereka," kata Tong.

Dr. Tong menyarankan para majikan agar memastikan ART menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin dan mengenal lebih jauh tentang budaya mereka. "Mengakrabkan diri dengan ART dapat meningkatkan kesehatan mereka secara keseluruhan, serta membuat pekerjaan mereka menjadi lebih baik dan mudah."

KOMUNITAS UNTUK KESEHATAN MENTAL DAN EMOSIONAL

Ernawati (ketiga dari kanan) bertemu sesama penggemar merajut untuk menuangkan kreativitas mereka setiap hari Minggu. (Foto: CNA/Izza Haziqah)

Ernawati Gabriel, ART berusia 40 tahun asal Indonesia yang sudah 13 tahun bekerja di Singapura, mengikuti program di FAST dalam tujuh tahun terakhir. Di tempat tersebut, dia tidak bergabung di kelas olahraga, melainkan memimpin kelompok penggemar merajut.

"Merajut membuat pikiran saya relaks, mengingatkan saya akan rumah sehingga saya tidak merasa jauh," kata Ernawati.

"Dulu ketika tiba di sini saya kangen rumah - di sini semuanya berbeda dan terasa aneh buat saya. Tapi begitu saya memulai membuat kerajinan yang cantik, saya merasa lebih tenang, merasa nyaman, dan tidak terlalu stres."

Seorang anggota kelompok merajut di FAST membuat syal sebagai hadiah untuk orang terkasih. (Foto: CNA/Izza Haziqah)

Sebagai ketua kelompok rajutan, Ernawati mengadakan sesi merajut seminggu sekali di hari Minggu. Setiap sesinya memakan waktu satu hingga tiga jam.

Dia memastikan semua anggota di kelompok itu bisa akrab dan orang-orang baru bisa menguasai keahlian ini, tidak masalah jika mereka berpengalaman merajut atau tidak. Saat ini Ernawati sedang merajut syal sebagai hadiah bagi anggota baru di kelompoknya.

Begitu saya memulai membuat kerajinan yang cantik, saya merasa lebih tenang, merasa nyaman, dan tidak terlalu stres."
FAST berupaya menciptakan lingkungan yang nyaman bagi para ART yang mengikuti berbagai program di hari libur mereka. Fasilitas tersebut tidak diperuntukkan bagi lelaki, mereka dilarang mengikuti program yang ada atau bahkan berada di dalam tempat itu. Kondisi ini membuat para perempuan merasa nyaman dan aman.
FAST menyediakan ruang yang aman bagi perempuan untuk menghadiri kegiatan sosial, seperti memasak, merayakan ulang tahun, dan berkebun, sambil menjaga kesehatan mental dan fisik mereka. (Foto: FAST)

"Bagian terbaiknya, tempat ini khusus perempuan," kata Sriweni. "Tidak boleh ada teman lelaki, hanya teman perempuan - Kami hanya fokus untuk sehat, berolahraga dan melakukan aktivitas menyenangkan tanpa khawatir ada lelaki di sekitar."

"Saya yang sekarang berbeda dengan saya 15 tahun lalu," ujar Karen. "Sejak banyak berolahraga, tubuh dan pikiran saya jadi lebih bugar, dan saya bisa bekerja sebagai ART tanpa kesulitan yang berarti."

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai dokter yang rela dibayar dengan botol plastik demi membantu pasien kurang mampu.

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)
Advertisement

Also worth reading

Advertisement