Indonesia kembangkan serum flu babi Afrika setelah wabah merebak di peternakan Pulau Bulan
Badan Pengawas Makanan Singapura April lalu mengatakan karkas dari babi hidup yang diimpor dari Pulau Bulan ditemukan terinfeksi flu babi Afrika.
BATAM, Indonesia: Indonesia tengah mengembangkan serum darah yang dapat memberikan kekebalan sementara bagi babi dari penularan virus flu babi Afrika, setelah sebelumnya terjadi wabah di peternakan babi terbesar di Pulau Bulan.
Peternakan di Pulau Bulan - pulau seluas 1.500 hektare di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) - mampu mengekspor sekitar 240.000 babi per tahun ke Singapura, berdasarkan data Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan Kepri.
Ekspor babi dari Pulau Bulan mencapai sekitar 15 persen dari total pasokan babi di seluruh Indonesia.
Badan Pengawas Makanan Singapura (SFA) mengatakan pada 20 April lalu bahwa karkas babi dari peternakan tersebut ditemukan terinfeksi flu babi Afrika. Temuan ini akhirnya membuat Singapura menghentikan impor babi hidup dari Pulau Bulan.
Dr Honismandri, kepala balai veteriner Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan Kepri, mengatakan pemerintah telah menugaskan aparat berwenang untuk memeriksanya dan mereka mengonfirmasi bahwa virus telah menyebar luas di peternakan Pulau Bulan.
"Situasinya saat ini sudah terkendali. Tidak ada lagi yang mati. Hanya tinggal yang selamat," kata dia kepada CNA pada Rabu lalu (17 Mei).
Flu babi Afrika tidak dapat menjangkiti manusia. Namun, virus ini sangat menular di antara babi dan babi hutan dengan tingkat kematian yang tinggi.
Penelitian menunjukkan bahwa virus ini dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang lama di daging babi setelah hewan itu disembelih.
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk mencegah penularan virus tersebut.
Dr Honismandri mengatakan 35.000 dari 200.000 lebih babi di Pulau Bulan mati karena flu babi Afrika. Para pekerja juga telah memusnahkan 119.000 babi di kandang atau blok yang sama dengan babi-babi dengan gejala virus.
Dua per tiga dari 50.000 babi sisanya menunjukkan gejala tertular virus, namun telah pulih.
Dr Honismandri mengatakan pemerintah saat ini mencoba memproduksi serum konvalesen dari darah babi yang telah sembuh. Serum konvalesen adalah serum darah yang mengandung antibodi untuk memberikan kekebalan jangka pendek terhadap penularan virus.
Serum itu dikembangkan di laboratorium pemerintah di Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia dan ibukota provinsi Jawa Timur.
"Ini adalah langkah penting untuk mencegah dan mengatasi penyebaran flu babi Afrika karena saat ini belum ada vaksinnya," kata dia.
Lab di Surabaya sebelumnya berhasil mengembangkan serum konvalesen untuk babi yang sakit pada peternakan lainnya di Indonesia, lanjut Dr Honismandri. Namun, virus yang menginfeksi babi-babi di Pulau Bulan memiliki varian genetik yang tidak ditemukan pada kasus-kasus flu babi Afrika lainnya.
Dr Honismandri mengatakan, serum yang dikembangkan dengan darah babi yang selamat di Pulau Bulan akan membuatnya lebih efektif dalam mencegah penularan virus flu babi Afrika varian ini.
"Butuh waktu dua hingga tiga bulan sampai produknya siap. Ini hanya perkiraan. Setelah itu kita bisa menyuntikkannya (kepada babi)," kata dia.
"Kami juga sedang eksplorasi vaksin yang potensial. Beberapa negara sedang mengembangkan vaksin yang potensial untuk flu babi Afrika ini. Kalau ada satu yang terbukti efektif, kami akan berusaha mendapatkannya untuk digunakan di Pulau Bulan."
MENYELIDIKI ASAL MUASAL VIRUS
Tanpa ada warga yang menghuninya, Pulau Bulan sejak 1980-an telah didedikasikan khusus untuk tempat beternak hewan. Terdapat pula tambak udang dan penangkaran buaya di Pulau Bulan, pernah ada juga peternakan ayam.
Aris Hadiyono, Kepala Balai Karantina Pertanian Tanjung Pinang, mengatakan PT Indotirta Suaka yang mengelola peternakan babi di Pulau Bulan telah menerapkan langkah biosekuritas yang ketat.
Pulau itu hanya punya satu pintu masuk melalui sebuah pelabuhan, tempat para pekerja dan pengunjung diminta berganti pakaian dan disemprot dengan disinfektan sebelum memasuki atau meninggalkan lokasi.
Pulau Bulan yang tertutup bagi masyarakat umum memiliki puluhan menara pengawas yang memantau hutan-hutan bakau lebat di sekelilingnya untuk mencegah masuknya penyusup.
Dengan akses yang terbatas dan pengawasan ketat terhadap pergerakan pekerja di pulau tersebut, Aris mengatakan pemerintah masih berusaha keras untuk menemukan penyebab infeksi virus terhadap babi.
"Ada banyak kemungkinan penyebab (infeksi virus). Pulau Bulan memang tidak berpenghuni, tapi perusahaan mengatakan masih ada nelayan yang memancing di sekitarnya, atau mencari kayu bakar. Masih ada juga hewan-hewan liar seperti burung atau babi hutan, yang bisa menjadi pembawa virus. Perlu diselidiki bagaimana virus itu bisa sampai ke sana," kata Aris kepada CNA.
Perusahaan peternakan di Pulau Bulan membagi 200.000 populasi babi mereka ke dalam beberapa zona yang tersebar di lokasi berbeda demi mencegah penyebaran penyakit.
Namun, flu babi Afrika juga dapat menular melalui gigitan kutu atau serangga, dan di pulau itu terdapat babi hutan yang merupakan satwa asli.
"Kami bisa mencegah babi hutan masuk dengan pagar listrik yang digunakan oleh peternakan, tapi serangga sulit (untuk dicegah)," kata Purwanto, salah satu petugas karantina yang memimpin penyelidikan wabah flu babi Afrika di Pulau Bulan kepada CNA.
Purwanto mengatakan hewan-hewan seperti burung juga dapat membawa virus tersebut, terutama yang datang dari pulau-pulau terdekat, seperti Pulau Rempang yang pada 2021 juga diserang wabah flu babi Afrika.
CNA telah mencoba menghubungi PT Indotirta Suaka dan mengunjungi kantornya di Kota Batam pada 15 Mei, tapi perwakilan mereka menolak diwawancara.
PERJALANAN MASIH PANJANG
Dengan tidak adanya lagi babi yang menunjukkan gejala flu babi Afrika, badan karantina bulan ini mengizinkan PT Indotirta Suaka untuk mengirimkan karkas babi ke berbagai wilayah di Provinsi Kepri.
Tapi masih butuh waktu sampai perusahaan itu bisa melanjutkan ekspor babi hidup ke Singapura.
SFA mengatakan "bisa memakan waktu hingga setahun" sampai produksi dan ekspor ternak dari Pulau Bulan bisa dimulai kembali. Alasannya, petugas berwenang di Singapura masih perlu memantau situasi.Â
Dr Honismandri, kepala balai veteriner Kepri, mengatakan 50.000 babi yang tersisa di Pulau Bulan tidak akan cukup memenuhi permintaan dari Singapura sampai stok hewan terisi penuh kembali.
Kendati demikian, jumlah saat ini cukup untuk repopulasi babi di Pulau Bulan.
Namun untuk kewaspadaan, Dr Honismandri mengatakan PT Indotirta Suaka setuju menunda repopulasi babi di Pulau Bulan sampai serum yang sedang dikembangkan di Jawa Timur siap digunakan.
Aris, kepala balai karantina, mengatakan kantornya siap mengeluarkan izin ekspor untuk PT Indotirta Suaka yang sebelumnya dicabut karena flu babi Afrika. Namun dia ingin melihat adanya langkah-langkah dari peternakan untuk mencegah penyebaran wabah.
Salah satu rekomendasi balai karantina adalah agar setiap zona peternakan memiliki dermaga sendiri yang bisa dipakai jika terjadi wabah lagi. Pasalnya, akses keluar-masuk satu-satunya yang digunakan saat ini dapat terkontaminasi dengan mudah dan menjadi tempat penyebaran penyakit.
Rika Azmi, kepala dinas ketahanan pangan, pertanian dan kesehatan hewan Kepri, mengatakan rekomendasi lainnya adalah agar perusahaan ternak punya rumah potong sendiri yang telah tersertifikasi internasional.
"Dengan cara ini, jika tidak memungkinkan mengekspor babi hidup, peternakan punya opsi untuk ekspor karkas," kata Rika kepada CNA.
Saat ini peternakan di Pulau Bulan memiliki rumah potong bersertifikasi lokal yang digunakan untuk memasok daging ke toko-toko di Kota Batam, sekitar 10 menit perjalanan dengan perahu boat, dan wilayah lainnya di provinsi tersebut.
KEKHAWATIRAN MASYARAKAT
Balai karantina Kepri mengatakan peternakan di Pulau Bulan saat ini mengirimkan 2.000 karkas babi per bulan ke Batam dan wilayah lainnya. Namun wabah yang terjadi telah menurunkan kepercayaan konsumen.
"Beberapa pelanggan masih khawatir dengan keamanan daging babi dari Pulau Bulan," kata Erson Nadeak, pemilik toko daging di Batam kepada CNA.
Tapi tidak ada pilihan lain. Berdasarkan data pemerintah setempat, lebih dari 90 persen daging babi di Kota Batam dipasok dari Pulau Bulan, sebagian kecil sisanya datang dari peternak kecil dan individu.
Ketika wabah terjadi, Erson terpaksa harus menutup tokonya selama beberapa hari sampai kiriman dari Pulau Bulan ke Batam dilanjutkan pada bulan ini.
Sementara itu, warga yang tinggal dekat Pulau Bulan mencemaskan kemungkinan virus itu bermutasi dan menular ke manusia, seperti halnya flu burung dan virus corona.
"Kami khawatir virus ini akan berdampak kepada kami, terutama karena kami tinggal sangat dekat dengan Pulau Bulan," kata Laurensius, warga Pulau Teluk Sepaku, kepada CNA.
Pulau Teluk Sepaku dan Pulau Bulan hanya dipisahkan sebuah kanal selebar 200 meter.
"Ketika wabah terjadi, kami bisa mendengar suara alat berat yang bekerja siang dan malam untuk mengubur babi-babi yang sakit. Namun, baunya itu yang tak tertahankan."
"Baunya bikin enek, membuat orang-orang muntah dan susah tidur di malam hari," kata dia, sambil menambahkan bahwa situasinya mulai membaik.
Rika, kepala dinas ketahanan pangan Kepri, mengatakan mereka akan terus mengedukasi publik mengenai virus tersebut.
"Virus ini hanya menjangkiti babi, bukan manusia atau bahkan hewan lain. Kami meminta masyarakat tetap tenang," kata dia.
Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.Â
Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai cara unik polisi Indonesia dalam menghentikan balapan liar di jalanan.
Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.
Â