Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu

Advertisement

Advertisement

Indonesia

Sosok di balik rancangan busana santun kepala negara Singapura

Melalui karya-karyanya, Rina Tahar, perancang dan pencetus rumah mode Sufyaa, menyodorkan perspektif baru terhadap pakaian tradisional Melayu.

Sosok di balik rancangan busana santun kepala negara Singapura
Rina Tahar, perancang busana dan pencetus Sufyaa. (Foto: CNA/Joyee Koo dan Sufyaa)

SINGAPURA: Dengan mengambil nama putrinya, Sufyaa, sebagai jenama rumah modenya, perancang Rina Tahar berangsur mengubah persepsi umum terhadap pakaian tradisional Melayu. Karya-karyanya, yang beragam dalam bahan dan kompleksitas desain, dibanderol mulai dari 250 hingga ribuan dolar Singapura. Pelanggan Rina tak terbatas pada wanita kelas atas atau calon pengantin perempuan, tetapi dia juga merancang pakaian satu keluarga, bahkan remaja untuk berpesta dansa.

Kompak mengenakan Sufyaa sekeluarga. (Foto: Sufyaa)

Perancang busana berlatar pendidikan arsitektur ini pernah bekerja di Dewan Pengembangan Perumahan Singapura selama 15 tahun. Pada 2011, setelah meninggalkan pekerjaan tersebut dan pindah sekeluarga ke Belanda menyusul penempatan kerja suaminya, ia mendirikan Sufyaa.

"Putra saya baru lahir, jadi waktu itu saya sedang cuti melahirkan. Bisa dibilang saya ambil cutinya terlalu panjang," ujarnya tergelak.

Bagaimana bisa sampai terjun ke dunia mode?

Rina Tahar, perancang busana dan pencetus Sufyaa. (Foto: CNA/Joyee Koo)

"Saya memang tadinya ingin menekuni fesyen karena punya bakat di situ. Tapi ibu saya, seperti orang tua Asia pada umumnya, menginginkan yang lebih untuk putrinya. Ibu punya mimpi yang lebih besar buat saya ketimbang fesyen, jadi saya pun masuk arsitektur. Tapi mimpi-mimpi fesyen saya tidak pernah saya tinggalkan," ujarnya.

DIDORONG KETERBATASAN PILIHAN

Rina bercerita lepas bahwa bisnisnya berawal dari kebutuhan. "Tinggal di Belanda, dengan segala keterbatasan untuk wanita berhijab seperti saya, saya harus berkreasi dengan layering dan padu-padan pakaian. Setiap kali beli pakaian, terpaksa saya panjangkan, kasih lapisan, atau apalah. Intinya saya harus coba bikin segala sesuatunya pas dengan gaya hidup saya," ia menjelaskan.

Tidak puas dengan pilihan yang terbatas, Rina Tahar – didorong oleh perjuangan dan pengalamannya di dunia korporat maupun di Belanda – memutuskan untuk menciptakan lini pakaian muslimahnya sendiri. "Saya berusaha mencari cara untuk menyatukan fesyen dengan gaya hidup saya."

(Foto: CNA/Joyee Koo))

Rina mengirimkan beberapa contoh desain kepada produsen yang ia temukan di China, dan pakaian jadi kemudian dikirimkan kepada seorang teman dekat yang membantunya menjalankan bisnis di Singapura, negara asalnya.

"Saya beruntung waktu itu karena industri manufaktur di China masih sangat sederhana. Ada beberapa keuntungan seperti MOQ (jumlah pesanan minimum) yang lebih rendah, dan itu sangat cocok buat saya," ujarnya.

Menurut Rina, pada mulanya ia merancang busana dengan mempertimbangkan musim yang berbeda-beda, misalnya memadukan sepatu bot tinggi dengan gaun dan legging. "Itu kan konsep yang seharusnya tidak cocok untuk orang-orang Singapura, tapi entah kenapa tetap laku."

Selain itu, pemotretan koleksi Sufyaa dilakukan di Belanda, membuatnya lebih bergengsi dan berkesan lebih internasional ketimbang yang biasa dilihat para konsumen di Singapura.

Dia pun meluncurkan koleksi musiman, seperti Resort by Sufyaa, dengan ragam warna bahari.

Terinspirasi lanskap pasar digital Eropa, Rina yang saat itu tidak berada di Singapura lantas meluncurkan Sufyaa versi daring. Berbelanja secara daring memang belum marak di Singapura kala itu, meski telah menjadi bagian dari gaya hidup di Barat karena luasnya negara-negara di sana. "Saya berpikir, ini bisa jadi peluang yang bagus karena saya tidak berada di Singapura secara fisik."

Kebanggaannya akan negara asal mendorong Rina untuk mencari cara agar labelnya mengesankan hal tersebut. Ia pun mencantumkan ".com.sg" di alamat situs webnya. "Saya menambahkan 'SG' untuk memberikan jaminan kepada para pelanggan bahwa yang Anda beli adalah brand Singapura."

Pertalian tersebut berujung pada undangan dari pusat perbelanjaan Century Square di Singapura saat ia kembali pada tahun 2012. Rina lantas membuka toko luring pertamanya di sana. "Bukan toko betulan, cuma gerobak dorong di dalam Century Square di Tampines. Tapi itu cikal bakalnya."

Bisnisnya berkembang dan ia membuka toko utama pertamanya di Tanjong Katong Complex, diikuti oleh satu toko di Arab Street dan satu lagi di North Bridge Road.

KHAS SUYFAA: DARI SIAP PAKAI KE ADIBUSANA

Dalam lima tahun pertama, termasuk ketika dia masih berada di Eropa, Rina bekerja keras mengeluarkan koleksi baru tiap tiga bulan sekali.

Meski bisnis lancar di awal, ia menyadari bahwa dunia mode terus berubah berkat pesatnya pasar digital serta kian menjamurnya label mode. Degup fast fashion pun makin laju, dan Rina kewalahan memenuhi permintaan ataupun mengikuti tren yang terus berkembang.

Ia membulatkan keputusan untuk menggulung bisnis pakaian siap pakainya ketika mengetahui bahwa pabrik di China yang bekerja sama dengannya ternyata membuat replika dari berbagai rancangannya untuk label lain.

Pada tahun 2016, ia beralih ke layanan pesanan khusus – tiap busana dirancang khas sesuai kebutuhan dan cita rasa pelanggan.

"Saya suka fesyen, saya tahu saya bisa menggambar, dan kalau ternyata jalannya begitu, saya tahu saya bisa melakukan semuanya dari awal. Jadi saya mulai mencari jati diri saya lagi," ujarnya.

Dan itu pun bukan tanpa rintangan. Rina sempat meminta para pelanggan untuk menyiapkan kain mereka sendiri. "Saya harus menjalankan bisnis yang sangat alami dan efisien karena masih ada utang dari koleksi siap pakai saya. Dan satu-satunya cara untuk melakukannya adalah dengan meminta pelanggan untuk bawa kain sendiri, supaya saya tidak perlu mengeluarkan uang tambahan untuk beli kain. Jadi saya cuma minta ke klien biaya desainnya."

04:40 Min

In the hands of fashion designer Rina Tahar, the traditional fabric of songket is transformed into men and women’s clothing with a modern touch.

Kabar baiknya, pelanggan yang ingin memiliki karya unik berlabel Sufyaa kini tak lagi perlu membawa kain sendiri. Studio Rina dipenuhi berbagai macam kain beraneka warna.

Dari berbagai jenis kainnya, ada satu yang memiliki tempat khusus di hati Rina: songket, ragam kain indah berhiaskan sisipan benang emas atau perak di antara benang dasarnya. Sufyaa sendiri dikenal berkat karya-karya berbahan songket ini.

Kain tenun tangan tradisional Malaysia yang padat karya ini dihasilkan di daerah Kelantan dan Terengganu. Dibutuhkan sekitar empat hari untuk menenun songket yang cukup untuk satu pakaian.

Meski songket umumnya dikaitkan dengan acara-acara khusus, Rina berhasil menerapkan desain yang lebih kasual untuk bahan ini, seperti kardigan dari songket yang dapat dipadukan dengan celana jins.

"Kain ini sangat dekat dengan masyarakat Melayu, dan ada tingkat status yang melekat pada kain ini. Hanya bangsawan yang mengenakannya di zaman dulu. Jadi, ketika Anda mengenakan songket, persona Anda pun langsung terangkat," jelas Rina.

Kimono gaya fusion berbahan songket. (Foto: Sufyaa)

Meski songket umumnya dikaitkan dengan acara-acara khusus, Rina berhasil menerapkan desain yang lebih kasual untuk bahan ini, seperti kardigan dari songket yang dapat dipadukan dengan celana jins. "Saya sampai berpikir, bagaimana supaya (songket ini) cocok untuk masyarakat – untuk orang biasa seperti Anda dan saya. Karena songket bukan jenis kain yang dipakai orang tiap hari."

Untunglah cara menggunakan songket tidak terbatas, tambahnya. "Bisa ditumpuk, bisa dikasih sesuatu di atasnya, ada banyak ruang untuk bermain dengan bahan ini (songket)."

Dan yang lebih penting, "songket itu kain yang tidak bisa dibuat secara massal oleh produsen karena bukan tipe cetak," ujarnya, menyebutkan alasan lain di balik pemilihan bahan ini. Mengingat pengalaman buruknya, ini alasan yang sangat masuk akal.

Penggunaan kain khas ini memberi Sufyaa identitas yang lain daripada yang lain. "Inilah cara saya mengangkat brand ini, berangkat dari sesuatu yang biasa dan membawanya ke satu level yang berbeda."

MENYESUAIKAN PERSONA  

"Saya meluangkan waktu untuk mendengarkan tiap orang dan mendesain pakaian sesuai kepribadian mereka," tegas Rina ketika ditanya apa yang membuat Sufyaa berbeda.

Sekeluarga berbusana Sufyaa. (Foto: Sufyaa)

“Jadi meskipun satu keluarga besar pakai bahan yang sama, saya tetap cari cara menambahkan detail-detail berbeda untuk menujukkan ciri khas orang yang mengenakan desain tersebut,” jelasnya. Maka Rina pun terkadang harus jadi penengah, mencari titik temu selera generasi tua dan muda dalam suatu rancangan. "Ini kan soal keseimbangan, bagaimana membuat kedua belah pihak senang dengan pakaiannya sehingga sama-sama puas."

Meskipun satu keluarga besar pakai bahan yang sama, saya tetap cari cara menambahkan detail-detail berbeda untuk menujukkan ciri khas orang yang mengenakan desain tersebut.

Tak heran, Sufyaa diminati bukan hanya oleh kalangan biasa, tetapi juga para pesohor.

Salah satu klien terbesarnya adalah Presiden Singapura, Halimah Yacob.

"Saya beruntung bisa bertemu dengan beliau, saat beliau masih menjabat Ketua Parlemen, melalui AMP (Associate for Muslim Professionals). Mereka mau mengadakan jamuan makan malam dan Ibu Halimah jadi tamu kehormatan. Dan karena sudah bekerja cukup lama dengan mereka, saya tanya apa saya boleh mendandani beliau, dan mereka bilang iya."

Presiden Singapura Halimah Yacob berbalut busana Sufyaa. (Foto: Sufyaa)

Agar lebih berkesan, Rina memutuskan untuk melanggar pakem dan mendandani Ibu Halimah dengan gaun songket hijau zamrud untuk jamuan makan malam tersebut. "Beliau jarang sekali pakai gaun, jadi bagi saya itu kesempatan untuk bawa beliau keluar dari zona nyamannya. Saya bilang, 'Ibu saya pakaikan gaun ya' dan beliau jawab, 'Saya tidak pernah pakai gaun.' Maka saya bilang, 'Justru karena itu Ibu perlu pakai gaun.' Lagi pula gaunnya dari Sufyaa, dan saya mau membuat beliau tampil lebih feminin. Beliau masih agak skeptis, tapi akhirnya beliau cocok sekali pakai gaun itu."

Rina Tahar bersama Presiden Singapura Halimah Yacob (Foto: Sufyaa)

Apakah Ibu Presiden terkesan? "Karena saya sudah bekerja terus dengan beliau selama bertahun-tahun, jadi saya kira saya bisa bilang ya," jawab Rina, diiringi tawa.

Mendandani Presiden mungkin menegangkan, namun ada yang lebih pelik. Menurut Rina, baginya rancangan busana paling menantang ialah untuk salah satu pesohor terbesar Malaysia, Seri Vida.

"Sulitnya karena saya tidak ketemu beliau langsung. Semuanya jarak jauh. Lagi pula gaya beliau cukup ekstravaganza, sementara Sufyaa lebih lembut dan bersahaja. Pakaiannya harus saya desain sesuai kepribadian beliau, dan beliau berkepribadian besar. Jadi, tidak bisa ketemu beliau merupakan tantangan terbesar tersendiri, karena saya tidak bisa fitting untuk melihat pakaiannya tampak seperti apa di badan beliau."

DEBUT DI MODEST FASHION WEEK 

Peragaan Sufyaa di Modest Fashion Week. (Foto: Sufyaa)

Pekan mode di New York, Milan, dan London mungkin tak asing bagi Anda. Akan tetapi, pernah dengar tentang Modest Fashion Week Internasional? Sufyaa merupakan satu-satunya merek modest wear atau busana santun dari Singapura yang telah diperagakan di sana selama tiga tahun berturut-turut.

Menurut Rina, Modest Fashion Week jauh lebih sederhana dan bersahaja, dan para perancang busana santun dari seluruh dunia berkumpul di situ.

Pekan peragaan busana pertama Rina dilakukan di London, kemudian di Indonesia dan Malaysia.

Pada tahun 2019, tepat sebelum COVID-19 melanda dunia, Rina sempat diundang ke Turki untuk menghadiri konvensi modest fashion lainnya.

Ia percaya semua kesempatan itu muncul berkat kehadirannya di dunia maya. "Bahkan ketika saya stop membuat koleksi siap pakai, saya masih getol promosi Sufyaa di situs web dan media sosial. Dan saya percaya hal tersebut membantu brand ini dilirik dan punya daya tarik."

MELEBURKAN ANEKA BUDAYA

Inspirasi Rina adalah para kliennya. Bukti paling nyata tampak dalam aneka rancangan fusion-nya yang memasukkan aneka budaya ke dalam apa yang selama ini dianggap sebagai pakaian tradisional Melayu.

"Lewat karya-karya untuk pernikahan, saya sering jumpa orang-orang yang akan melangsungkan pernikahan antar-ras. Jadi ada saja permintaan untuk menyertakan sesuatu dari budaya pengantin perempuan atau laki-laki ke dalam busana mereka, dan saya senang sekali melakukannya. Saya toh merancang sesuai kebutuhan masing-masing dan ingin melakukan sesuatu yang benar-benar mewakili mereka."

Hasilnya: Deretan busana yang menggabungkan detail demi detail dari sari India, cheongsam Tiongkok, bahkan kimono Jepang hingga hanbok Korea.

Menurut Rina, kadang ada pula pesanan dari para undangan yang menginginkan sesuatu yang spesial dan unik untuk mengenang acara pernikahan yang mereka hadiri.

Menurutnya, karena kata kunci pencariannya di Google adalah 'modesty', ia bahkan memperoleh pesanan gaun dari mereka yang akan melangsungkan pernikahan di gereja.

MASA DEPAN SUFYAA DI LINGKUP KELUARGA

Saat ini para pelanggan Rina berasal dari berbagai belahan dunia selain Asia Tenggara, termasuk Australia dan Selandia Baru. Dia terjun langsung menemui pelanggan dan menggarap rancangan.

Menurutnya, dengan begitu ia dapat terus membangun kepercayaan pelanggan. Itu bukan berarti dia tak bisa beristirahat sama sekali. Ada keponakan-keponakan perempuan Rina yang bekerja bersamanya. Mereka dilatih untuk meneruskan apa yang telah dia bangun di Sufyaa. "Ini bisnis keluarga, dan saya merasa ikut menjaga keluarga ini tetap dekat. Ikatan keluarga ini jadi hal yang betul-betul menyemangati saya tiap hari."

Ditanya tentang visinya akan masa depan Sufyaa, perancang bersahaja ini menjawab ia puas dan bahagia dengan apa yang kini ada. "Sukses bagi saya bukan cuma soal brand kita jadi lebih besar. Ini juga soal merasa bahagia dengan apa yang kita punya untuk bisa mandiri. Saya senang bisnis ini bisa berkembang begitu alami. Saya beruntung sekali bisa melayani para klien dan komunitas saya dengan cara terbaik yang bisa saya berikan," ujarnya.

"Saya rasa momen paling membanggakan bagi saya adalah memiliki brand yang tetap relevan bagi komunitas, bagi masyarakat, dan bisa terus berbagi setiap tahun. Tanpa investor, tanpa pinjaman, semuanya tergantung pada diri kita sendiri. Saya kira itu saja sudah merupakan suatu pencapaian bagi saya."

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris. 

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai Malaysia yang akan mendirikan fasilitas produksi daging di lab.

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement