Skip to main content
Best News Website or Mobile Service
WAN-IFRA Digital Media Awards Worldwide 2022
Best News Website or Mobile Service
Digital Media Awards Worldwide 2022
Hamburger Menu

Advertisement

Advertisement

Indonesia

Tidak perlu AC lagi: Proyek pemenang penghargaan asal Indonesia dinginkan atap, turunkan suhu ruangan

BeCool adalah lapisan peredam panas yang mudah digunakan dan lebih ramah iklim dibanding AC. Kepada CNA, seorang dosen arsitektur di Indonesia menyampaikan harapannya agar lebih banyak lagi wilayah yang menggunakan lapisan peredam panas ini.

Tidak perlu AC lagi: Proyek pemenang penghargaan asal Indonesia dinginkan atap, turunkan suhu ruangan
Rumah dengan atap yang dilapisi cat peredam panas sudah tidak lagi memerlukan AC. (Foto: BeCool Indonesia)

BANDUNG, Indonesia: Di Asia, wilayah yang akan sering diterpa gelombang panas, ada cara yang berkelanjutan dan murah untuk menjadikan suhu udara lebih tertahankan bagi orang-orang perkotaan. 

Caranya adalah dengan memasang atap "dingin", yaitu atap dengan lapisan khusus yang mampu memantulkan cahaya matahari dan mengurangi panas yang diserap oleh bangunan. Hasilnya, suhu di dalam ruangan akan menurun.

Di negara terbesar Asia Tenggara, sebuah proyek yang dipelopori oleh dosen arsitektur Beta Paramita dapat menjadi pembuka jalan untuk meningkatkan skala penggunaan solusi ramah iklim ini di tengah suhu dunia yang kian memanas.

Biasanya hanya bangunan komersial dan perkantoran yang mampu membeli AC di Indonesia. Sementara sekolah-sekolah dan 80 persen rumah di negara ini sebagian besar tidak memiliki pendingin udara, kata Beta, manajer proyek Cool Roofs Indonesia.

Tahun lalu, Cool Roofs Indonesia memenangi Million Cool Roofs Challenge, sebuah kompetisi dunia untuk meningkatkan skala penggunaan lapisan pendingin atap di negara-negara berkembang yang dilanda suhu panas. Dengan kemenangan ini, mereka mengantongi hadiah hibah US$750.000 (Rp11,2 miliar).

Sebelumnya proyek ini juga mendapatkan hibah sebesar US$125.000 (Rp1,8 miliar) setelah menjadi satu dari 10 finalis pada kompetisi yang sama di tahun 2019. Finalis lainnya berasal dari Bangladesh, Filipina, dan Afrika Selatan.

Awalnya kata Beta, proyek itu mencakup perumahan warga. Tapi rumah-rumah tersebut ukurannya terlalu kecil, dan aktivitas penghuninya lebih banyak di malam hari ketimbang siang. Karena di siang hari, mereka keluar rumah. Jadi tim Beta mulai menargetkan pemasangan lapisan pendingin atap di institusi keagamaan dan pendidikan.

"Dari pukul 7 pagi sampai 2 atau 4 sore, anak-anak, terutama pelajar sekolah dasar, ada di dalam gedung sekolah," kata Beta. Jika udara terlalu panas, para pelajar tidak bisa konsentrasi dan nilai mereka lebih buruk dalam ujian kognitif di siang ketimbang pagi hari, tambah dia.

(Photo: BeCool Indonesia)

Suhu panas dalam ruangan juga menjadi masalah yang meresahkan kebanyakan perempuan di Indonesia. Pasalnya, kata Beta, mereka harus berada di rumah untuk merawat anak-anak dan memasak.

SUHU TURUN DARI 40 ke 29 DERAJAT CELCIUS

Tangerang, wilayah pusat industri dekat Jakarta dan lokasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta berada, adalah kota pertama yang bergabung dalam proyek percontohan pendinginan atap dan menawarkan 15.000 meter persegi lahan atap, kata Beta, yang merupakan asisten profesor di fakultas arsitektur Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Proyek itu telah menjangkau kota-kota lain, seperti Jambi, Palembang, Semarang dan Pontianak. "Kami ingin menyebarkan produk ini ke kota-kota yang bersuhu panas," kata Beta yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

Selain perubahan iklim, ada alasan lain mengapa panas meningkat di daerah-daerah perkotaan. Kondisi itu disebut efek pulau panas perkotaan, yaitu peningkatan suhu oleh udara panas yang keluar dari pendingin udara dan asap kendaraan, bangunan yang menyimpan panas di siang hari dan melepaskannya pada malam hari, dan sebab-sebab lainnya. 

Pencitraan termal yang diperlihatkan di ponsel pintar. (Foto: BeCool Indonesia)

Sejak memenangi kompetisi, Cool Roofs Indonesia telah menggunakan teknologinya pada lebih dari 40 atap bangunan publik dan komunitas, dan akan ada lebih banyak lagi di masa mendatang. Sejauh ini, proyek tersebut telah memperlihatkan hasil yang luar biasa.

Di salah satu bangunan industri seluas 5.000 meter persegi, suhu dalam ruangan turun dari 40 derajat Celcius menjadi sekitar 29 derajat Celcius.

Di tempat-tempat lain seperti sekolah, penurunan suhu bisa lebih dingin lagi. Perbedaan hasil penurunan suhu tergantung dari jenis, material dan desain bangunan, kata Beta dan anggota Cool Roofs Indonesia lainnya, Ravi Srinivasan dari Universitas Florida, Amerika Serikat.

"Suhu pada permukaannya hampir tiga sampai empat derajat lebih rendah ... Suhu ruangan bisa satu sampai setengah derajat lebih rendah, tapi itu masih jauh lebih baik," kata Sandra Eka Febrina, dosen arsitektur di Universitas Indo Global Mandiri yang tinggal di Palembang.

Sandra teribat dalam proyek Cool Roofs Indonesia tahun lalu dan mengajarkan para mahasiswanya untuk memperkenalkan lapisan pendingin atap kepada masyarakat.

Bahkan di Bandung, yang berada di ketinggian lebih dari 700m di atas permukaan laut dan suhunya relatif lebih dingin dibanding kota-kota Indonesia lainnya, penggunaan lapisan pendingin atap telah memberi perubahan.

Di kantor Aaksen Responsible Aarchitecture, manajer kemitraan Azzahra Dartaman mengatakan lapisan peredam panas telah mengurangi suhu dalam ruangan menjadi 25 hingga 27 derajat Celcius dari sebelumnya 32 derajat Celcius.

"Keuntungannya adalah kami tidak perlu lagi menggunakan AC," kata dia dalam program Money Mind CNA.

Aaksen tidak menghitung berapa tagihan listrik yang berhasil dihemat. Tapi Azzahra meyakini tagihan listrik akan lebih hemat karena kipas angin jarang digunakan: hanya dinyalakan beberapa jam pada "tengah hari", dari yang sebelumnya "menyala setiap saat".

HUBUNGAN DENGAN AMERIKA

Beta mengatakan, produk Cool Roofs Indonesia yang berbahan dasar air sangat mudah diaplikasikan. Produk ini terdiri dari cat primer, atau pelapis dasar, yang akan kering dalam 30 menit dan cat pelapis berikutnya yang mampu memantulkan 84 persen energi panas serta mencegah penyerapan panas hingga 90 persen.

Setelah penggunaan dalam waktu yang lama, kemampuannya dalam memantulkan panas akan menurun hingga 77 persen dan mencegah penyerapan panas turun menjadi 88 persen.

Srinivasan menuturkan, versi produk ini sama dengan cat yang telah dipatenkan di Amerika Serikat oleh Universitas Florida dan dua perusahaan bernama Milenium Solutions USA dan WinBuild Inc. 

Srinivasan bertemu Beta pada 2018 saat dia di Bandung memberikan ceramah soal bangunan tanpa energi. Mereka terus menjalin komunikasi, dan pengalaman Srinivasan bekerja pada Departemen Energi AS untuk proyek cat pendingin di Afrika Selatan sangat bermanfaat ketika keduanya mengikuti kompetisi Million Cool Roofs Challenge.

Walau bukan persyaratan kompetisi, namun cat dasar dan pelapisnya telah dibuat di dalam negeri sejak 2019, tepatnya di pabrik milik kampus UPI. "Direktur (UPI) memberikan saya lahan. Saya tidak mengira akan menjadi sebuah pabrik," kata Beta.

Beta Paramita menjelaskan produk BeCool kepada kru. (Foto: BeCool Indonesia) 

Keputusan untuk membuatnya di dalam negeri dicapai secara kolektif, kata Srinivasan yang saat ini menjabat direktur di UrbSys Lab milik Sekolah Manajemen Konstruksi M R Rinker Sr, Universitas Florida. 

"Memproduksinya di Amerika Serikat mahal, lalu kemudian ... barangnya harus dikirim lagi ke Indonesia."

Selain mengurangi ongkos produksi, alasan kedua adalah untuk menciptakan lapangan pekerjaan di Indonesia.

Beta mengatakan dia pernah bertanya kepada Milenium Solutions apakah mereka mencari mitra industri di Indonesia untuk produksi cat dasar dan pelapis. Namun perusahaan AS itu lebih memilih berkolaborasi dengan kampus untuk melakukan riset.

Pabrik di UPI bisa memproduksi 4.000 kilogram cat dasar dan pelapis setiap harinya. Dua pabrik lainnya akan didirikan tahun ini di fasilitas-fasilitas mitra UPI di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan Lampung, Sumatra, kata Beta.

Beta Paramita dengan kru film dan para pemuda. (Foto: BeCool Indonesia)

Beta menuturkan, proyek ini akan menyisihkan 10 persen produksi mereka untuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yang mencakup 14.400 meter persegi atap setiap tahunnya. Produk ini diberikan gratis untuk bangunan publik seperti sekolah, panti asuhan, dan institusi keagamaan, ujar Beta.

Untuk pelanggan komersial, produk yang dipasarkan dengan nama BeCool ini masih lebih murah dibanding merek lainnya di pasaran, tambah Beta. "Kami hanya ingin produk ini (bisa digunakan secara luas) di Indonesia dan ... dijual dengan harga terjangkau."

Satu set cat dasar 20 kg dan cat pelapis 20 kg dijual dengan harga Rp2,73 juta, yang bisa digunakan untuk permukaan seluas 120 sampai 160 meter persegi, tergantung daya serap material atapnya.

Beta memperkirakan satu unit rumah murah di Indonesia seluas rata-rata 36 meter persegi dengan atap tanah liat, membutuhkan cat dasar dan pelapis masing-masing 13kg.

Dengan hadiah uang US$750.000 yang akan diberikan ke dalam lima tahap selama tiga tahun, Beta juga berencana mendirikan laboratorium nasional untuk mempelajari sifat-sifat bahan bangunan, seperti berapa panas yang bisa dipantulkan atau diserap bahan-bahan tersebut.

PENGARUH SIRKULASI UDARA DAN DESAIN BANGUNAN

Sejak video Money Mind CNA ditayangkan di Youtube, kata Beta, banyak orang yang mengunjungi situs BeCool dan menghubungi pabriknya yang didaftarkan di bawah nama UPI.

Pembelian produk tersebut di Indonesia biasanya dilakukan via WhatsApp. Perusahaan juga telah menerima permintaan distribusi ke luar negeri dan tengah menjajaki kemungkinan tersebut.

Walau cat pelapis BeCool mendapatkan respons baik, namun Beta menerima kritikan dari para jurnalis yang mengatakan suhu dalam ruang tidak sedingin yang diharapkan.

Dia menekankan bahwa mendinginkan atap bukan satu-satunya cara untuk mengurangi suhu dalam ruangan secara signifikan. Faktor-faktor lainnya juga mempengaruhi, seperti desain bangunan, orientasi dan kualitas sirkulasi udara.

Anenometer digital, alat pengukur kecepatan angin di dalam dan luar ruangan ruangan, serta mampu mencatat suhu dan tingkat kelembaban. (Foto: BeCool Indonesia)

"Setiap rumah memiliki masalah yang berbeda," kata dia. "Beberapa bangunan tidak didesain dengan baik."

Salah satunya ketika dia mengunjungi sebuah kantor arsitek yang suhu dalam ruangannya turun "hanya" 2 derajat Celcius walau terjadi penurunan 15 derajat Celcius di permukaan atap luar. Masalahnya ternyata pada kurangnya sirkulasi udara, kata Beta.

Saya usulkan untuk memasang kipas exhaust di bagian barat dan timur ruangan. Setelah itu, masalahnya selesai. Mereka tidak perlu lagi memasang AC."

Beta, yang telah meneliti efek pulau panas perkotaan, mengatakan proyek itu adalah sarana edukasi dan tujuan utama dari pendinginan atap adalah memitigasi pemanasan global. Namun, lanjut dia, mereka lebih mudah mempromosikannya kepada masyarakat dengan menyebutkan keuntungan ekonomis dari produk tersebut.

Karena itulah, Beta mempromosikannya seperti ini kepada publik: "Jika memakai cat pelapis pendingin atap, maka penggunaan kipas angin akan berkurang," atau "Dengan menyalakan AC di suhu 25 derajat Celcius, bukan 18 derajat, artinya tagihan listrik juga akan berkurang."

Negara-negara lain telah mencoba lapisan pendingin atap, termasuk Singapura. Pada 2021, Dewan Perumahan dan Pembangunan Singapura dan Dewan Kota Tampines mengumumkan proyek percontohan skala besar yang akan melibatkan 130 blok, untuk menurunkan suhu dalam ruangan hingga 2 derajat Celcius.

Proyek tersebut, termasuk proses peninjauannya, diperkirakan akan rampung tahun depan.

Negara-negara maju dan berkembang, begitu pula masyarakat berpenghasilan tinggi dan rendah, semuanya bisa mengadopsi teknologi pendinginan atap ini, kata Srinivasan. Tapi yang paling diuntungkan adalah masyarakat berpenghasilan rendah. 

"Di AS, sebagian masyarakatnya menghabiskan sekitar 20 sampai 30 persen penghasilan mereka untuk membayar tagihan listrik," Srinivasan memberikan contoh. Dengan teknologi ini, mereka bisa menghemat penggunaan AC atau kipas angin, dan mengalokasikan uangnya untuk membeli makanan.

Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.

Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai perjuangan perempuan Jawa Barat melestarikan owa Jawa walau dia sendiri hampir buta.

Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.

Source: CNA/da(ih)

Advertisement

Also worth reading

Advertisement