Apakah benar pemanis buatan seperti stevia dan sakarin lebih sehat dari gula?
Apakah konsumsi pemanis buatan seperti stevia atau sakarin dapat meningkatkan risiko diabetes atau sakit jantung? Berapa batas aman konsumsi pemanis pengganti gula ini?

SINGAPURA: Apakah Anda menambahkan pemanis stevia jika memesan bubble tea, dengan harapan pengganti gula ini dapat memberi kelezatan tanpa rasa bersalah?
Dipasarkan sebagai pengganti gula yang rendah atau bahkan tanpa kalori, pemanis buatan dianggap dapat membantu menurunkan berat badan atau menjaga berat ideal yang sehat.Â
Tapi ternyata klaim itu tidak benar.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan untuk tidak menggunakan pemanis buatan, seperti sakarin atau stevia, untuk mengendalikan berat badan.
Penggunaan pemanis buatan tidak memberikan manfaat jangka panjang dalam menurunkan lemak tubuh pada orang dewasa atau anak-anak, kata WHO dalam rekomendasinya pada 15 Mei lalu.
WHO juga menemukan adanya potensi dampak yang tidak diinginkan dari penggunaan pemanis buatan dalam jangka panjang, di antaranya peningkatan risiko diabetes tipe 2, serangan jantung dan kematian pada orang dewasa.
Jadi, apakah pemanis buatan adalah alternatif yang lebih sehat untuk gula? Dan seberapa banyak kita bisa mengonsumsi pengganti gula ini? CNA mencari tahu untuk Anda.

MENGENAL KANDUNGAN PEMANIS BUATAN
Pemanis buatan atau pengganti gula adalah ekstrak tanaman atau zat kimia yang digunakan untuk memaniskan makanan atau minuman.
Pengganti gula yang banyak ditemui adalah acesulfam-K, aspartam, advantam, siklamat, neotam, sakarin, sukralosa, stevia dan turunan-turunan stevia.
Berbagai pengganti gula ini bisa ditemukan di makanan dan minuman siap santap, termasuk minuman ringan, permen, jus buah, dan es krim.
Memiliki sifat yang sama seperti molekul gula, pemanis buatan memiliki kemampuan untuk mengikat reseptor rasa manis. Namun, tidak seperti gula, pemanis buatan tidak dimetabolisme oleh tubuh menjadi kalori.
Badan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menganggap zat pengganti gula memiliki "intensitas yang tinggi" karena berkali-kali lipat lebih manis dibanding gula namun hanya memberikan kalori yang sedikit jika ditambahkan pada makanan.
Pemanis buatan ini dapat diklasifikasikan sebagai makanan non-kalori dan gula alkohol, kata Diane Seto, ahli diet senior di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Gula alkohol mengandung kalori yang lebih rendah dibanding gula biasa.
Seto mengatakan, pada pemanis buatan tidak terkandung nutrisi-nutrisi yang bermanfaat seperti serat, vitamin, mineral, atau antioksidan.
"Walau pemanis alami mungkin mengandung sedikit antioksidan, vitamin dan mineral, namun jumlahnya tidak cukup untuk memberikan dampak pada kesehatan seseorang, terutama dalam kadar konsumsi normal."
MENGAPA PERLU PEMANIS BUATAN?
Platform perawatan kesehatan Singapura, HealthHub, mengatakan di situs mereka bahwa pemanis buatan bisa membantu menurunkan berat badan.
"Ketika kita mengganti produk yang diberi gula sebagai pemanis dengan produk mengandung pemanis buatan, maka itu dapat mengurangi asupan energi dan membantu menurunkan berat badan," tulis HealthHub dengan mengutip studi terbaru.
Menurut HealthHub, satu gram gula memiliki empat kalori, sementara kebanyakan pemanis buatan hampir tidak mengandung kalori.
"Konsumsi gula seharusnya tidak lebih dari 10 persen dari asupan energi harian kita," tulis situs tersebut. "Untuk kebanyakan orang dewasa, jumlah itu sekitar 10 sendok teh (50g) gula berdasarkan asupan 2.000 kalori per hari."
Platform itu juga menekankan bahwa pemanis buatan "tidak meningkatkan keinginan untuk makan makanan manis atau menyebabkan rasa lapar."
Karena sedikit atau bahkan tidak mengandung kalori, maka pemanis buatan bisa digunakan untuk menggantikan makanan atau minuman berkalori dengan pemanis gula sebagai cara mengurangi asupan kalori keseluruhan, kata Seto.
"Ada bukti dari percobaan jangka pendek yang menunjukkan penggunaan pemanis buatan dapat mengurangi asupan gula (sekitar 39g per hari dalam satu studi), dan juga menurunkan berat badan dan BMI (indeks massa tubuh)," Seto menambahkan.
Untuk penderita diabetes, pemanis yang tidak mengandung glukosa dapat membantu mengendalikan gula darah. Karena menurut laporan FDA, pemanis buatan tidak meningkatkan kadar gula darah.Â
Namun, Rachel Cheang, ahli diet di Rumah Sakit Umum Ng Teng Fong, Singapura, memperingatkan untuk tidak terlalu bergantung atau sering mengonsumsi pemanis buatan karena dapat berujung konsumsi makanan berlebih.
"Seseorang mungkin berpikir bahwa makanan dapat dikonsumsi (dengan lebih banyak) karena bebas gula," kata dia, sambil menekankan bahwa beberapa makanan atau minuman bebas gula kemungkinan tinggi lemak, nutrisi yang "seringkali diabaikan ketika seseorang terlalu fokus mengurangi asupan gula".
Asupan lemak berlebih dapat berujung kepada bertambahnya berat badan, ujar Cheang.
"Dari pada beralih ke pemanis buatan sebagai solusi cepat, seseorang seharusnya belajar mengendalikan nafsu akan makanan bergula dan manis, dan menghargai rasa manis alami dari makanan atau minuman."
Cheang dan Seto juga mengatakan pemanis buatan bisa membantu menjaga kesehatan gigi. Pemanis buatan, menurut Cheang, tidak menyebabkan kerusakan gigi.
"Tidak seperti gula, misalnya glukosa, fruktosa, dan sukrosa, pemanis buatan seperti xilitol tidak difermentasi oleh bakteri dalam mulut," kata Seto.
"Hal ini dapat mencegah tumbuhnya bakteri dan membantu pencegahan penumpukan dan pembentukan plak penyebab kerusakan gigi."
APAKAH PEMANIS BUATAN AMAN?
FDA telah menyetujui penggunaan enam jenis pemanis buatan pada makanan: Acesulfam-K, aspartam, advantam, neotam, sakarin, dan sukralosa. Tiga jenis pemanis buatan berbahan dasar tumbuhan, termasuk stevia, secara umum juga dinyatakan aman dikonsumsi.
HealthHub juga mengatakan di situs mereka bahwa pemanis buatan pada produk makanan aman dikonsumsi.
"Setiap makanan yang mengandung pemanis hanya bisa dijual jika memenuhi persyaratan regulasi dan disetujui oleh Badan Pengawas Makanan Singapura (SFA)," tulis HealthHub.
"Tidak terbukti adanya risiko kesehatan dalam mengonsumsi pemanis buatan jika dikonsumsi dalam jumlah yang wajar."
FDA telah menetapkan batasan spesifik untuk konsumsi pemanis buatan. Batasannya berkisar dari 0,3mg/kg berat tubuh hingga 50mg/kg per hari, tergantung jenis pemanis buatannya.
Sebagai contoh, FDA merekomendasikan batasan 15mg/kg per hari untuk sakarin dan 50mg/kg per hari untuk aspartam.Â
Namun, HealthHub memperingatkan bahwa seseorang dengan fenilketonuria (PKU) tidak bisa mengonsumsi aspartam karena pemanis buatan ini akan terurai menjadi fenilalanin - asam amino esensial - ketika dicerna.Â
PKU adalah kondisi langka ketika tubuh tidak bisa mengurai fenilalanin, sehingga asam amino itu akan menumpuk dan menjadi beracun.
RISIKO KESEHATAN KARENA PEMANIS BUATAN
Beberapa masalah kesehatan akibat konsumsi pemanis buatan disoroti dalam tinjauan sistematis terbaru yang dipublikasikan Organisasi Kesehatan Dunia, kata Seto. Â
Studi observasi jangka panjang mengungkapkan bahwa asupan pemanis buatan yang lebih banyak dikaitkan dengan BMI yang lebih tinggi dan meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, semua penyebab kematian, dan kanker kandung kemih (dari sakarin), lanjut Seto.
"Ada beberapa bukti menunjukkan konsumen yang mengonsumsi pemanis buatan lebih banyak cenderung mengalami nafsu makan dan hasrat untuk makan lebih besar, ketimbang konsumen dengan sedikit pemanis buatan," kata ahli diet itu.
Sebuah studi yang dipublikasikan pada 2020 oleh Perpustakaan Medis Nasional Amerika Serikat menemukan bahwa pemanis buatan dapat memicu pelepasan insulin dari pankreas karena dianggap glukosa lantaran rasanya yang manis. Hal ini dapat meningkatkan kadar insulin dalam darah, yang berpotensi menyumbang pada berkurangnya aktivitas reseptor dan terjadinya resistensi insulin.
Resistensi insulin oleh tubuh dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Studi lainnya yang dipublikasi Februari tahun ini oleh jurnal Nature Medicine dan didanai sebagiannya oleh Institut Jantung, Paru, dan Darah AS, melaporkan bahwa eritritol, jenis pemanis buatan yang lazim ditemui, dikaitkan dengan meningkatnya risiko serangan jantung dan strok.
Para ahli meneliti lebih dari 4.000 orang di Amerika Serikat dan Eropa, dan menemukan bahwa partisipan dengan tingkat eritritol tinggi dalam darah mengalami peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, seperti serangan jantung, strok, atau kematian.
Namun kedua studi tersebut mencatatkan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memastikan hubungan langsung antara pemanis buatan dan meningkatnya risiko diabetes dan penyakit-penyakit kardiovaskular.
"Penting untuk memahami bahwa penelitian mengenai pemanis buatan saat ini berasal dari studi pengamatan, yang membandingkan antara orang yang sering mengonsumsi pemanis buatan - yang memang cenderung memiliki pola makan buruk dan risiko tinggi terkena penyakit - dengan orang yang jarang mendapat asupan pemanis buatan," kata Seto.
"Karena itu, studi ini bisa jadi terlalu membesar-besarkan hubungan negatif antara pemanis buatan dan penyakit kronis, dan harus diinterpretasikan secara hati-hati dengan menggunakan bukti-bukti lainnya."
WHO mengatakan rekomendasi mereka untuk pemanis buatan sifatnya "kondisional". Alasannya karena keterkaitan antara pemanis buatan dan penyakit yang diteliti "mungkin dipengaruhi dari karakteristik dasar peserta penelitian dan pola-pola rumit lainnya" dari penggunaan pemanis buatan.
"Organisasi Kesehatan Dunia saat ini mengambil posisi bahwa untuk tindakan kewaspadaan, pemanis buatan sebaiknya jangan digunakan dengan tujuan untuk mengendalikan berat badan. Karena WHO tidak dapat menarik kesimpulan terhadap temuan-temuan yang bertentangan antara percobaan jangka pendek (yang menunjukkan khasiat) dan studi jangka panjang (yang menunjukkan kerugian)," kata Seto.
Baca artikel ini dalam Bahasa Inggris.Â
Baca juga artikel Bahasa Indonesia ini mengenai pengembangan serum darah untuk menghentikan wabah flu babi Afrika di peternakan Pulau Bulan.
Ikuti CNA di Facebook dan Twitter untuk lebih banyak artikel.